Jaksa Sebut Terdakwa Korupsi Helikopter AW Perkaya eks KSAU Agus Supriatna, Sebegini Nilainya

Irfan disebut menerima pembayaran Rp 418.956.300.000.
"Sesuai kesepakatan diambil empat persen dari keseluruhan pembayaran tahap kesatu yakni sebesar Rp 17.733.600.000 untuk dipergunakan sebagai Dana Komando yang ditujukan kepada Agus Supriatna," ungkap jaksa.
Jaksa juga melanjutkan Irfan dalam sidang sempat membantah adanya pemberian uang tersebut. Namun, jaksa menemukan alat bukti petunjuk berupa pesan singkat atau SMS pada 4 Mei 2017 di telepon genggam milik Irfan.
Menurut jaksa, pesan itu terkait reservasi penginapan gratis dari Irfan kepada Agus. Jaksa menilai bukti itu menunjukkan hubungan keduanya sedemikian dekat. Terlebih pesanan itu dibuat pada saat proses pengadaan helikopter AW-101.
"SMS tersebut menunjukkan pengadaan helikopter AW-101 tersebut tidak baik-baik saja. Berdasarkan uraian di atas maka unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan," ujar jaksa.
Menurut jaksa, Irfan dalam sidang juga mengaku pernah mengembalikan dako tersebut pada 5 September 2016.
Irfan memang menunjukkan bukti surat pernyataan terkait pengembalian dana tersebut, tetapi yang bersangkutan dianggap tidak bisa menunjukkan eksistensi keberadaan uangnya. Jaksa menilai pengakuan itu menegaskan adanya pemberian uang kepada Agus.
"Selain itu, pemberian sejumlah uang tersebut telah vooltoid diserahkan oleh terdakwa kepada pihak pemberi kerja," tutur jaksa.
Jaksa menyebut eks KSAU Marsekal (purn) Agus Supriatna yang menjadi Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), diduga menerima keuntungan sebesar Rp 17.733.600.000.
- Baru Menang Tender, Kontraktor Dimintai Rp 500 Juta, Alamak
- Terungkap di Sidang, Saksi Tak Tahu Hasto Menyuap dan Merintangi Penyidikan
- Tulis Surat, Hasto: Makin Lengkap Skenario Menjadikan Saya sebagai Target
- Dewi Juliani Desak APH Gunakan UU TPKS terkait Kasus Pelecehan Seksual Dokter Kandungan
- Merasa Fit, Hasto Kristiyanto Tunjukkan Dokumen Perkara di Sidang
- KPK Menggeledah Rumah La Nyalla, Hardjuno: Penegakan Hukum Jangan Jadi Alat Politik