Jalan Tengah 'Perang Sawit'
Sabtu, 06 November 2010 – 00:45 WIB
Apakah pihak perkebunan yang salah, atau putusan hakim yang tidak adil? Bagaimana pula sejarah tanah di kawasan itu, sayangnya tidak ditampilkan. Bagaimana pula regulasi pemerintah? Apakah sudah benar? Masih timpang? Atau implementasinya yang salah? Jawaban atas pertanyaan ini perlu ditelusuri untuk mengidentifikasi kasus secara akurat, dan kemudian menemukan solusi yang tepat.
Dilukiskan juga tentang Serikat Pekerja yang berpihak kepada perkebunan, karena represif dan berbagai tekanan, (yang) memang dilematis. Serikat pekerja mestinya bisa diadvokasi, tak hanya sekadar pemenuhan hak hidup, tetapi juga memperjuangkan sistem yang benar. Buruh butuh makan, ya, tapi mestinya harus diadvokasi, tak hanya sebatas kebutuhan fisik itu.
Kondisi ini memang bak buah simalakama. Buruh, rakyat sekitar dan petani, akhirnya tersedot demi kepentingan perkebunan. Seperti di masa "koeli kontrak" dulu di awal abad ke-20 di Tanah Deli, Sumatera Timur.
Saya teringat ungkapan Joan Robinson, bahwa "kenestapaan akibat dihisap oleh para kapitalis bukan apa-apa, bila dibandingkan dengan kenestapaan karena sama sekali tak ada yang dihisap". Mereka seakan-akan menikmati dan bahkan sangat tergantung kepada penderitaan itu.