Jam Kerja Pelajar Internasional Dibatasi, Ada Kekhawatiran Australia Akan Kekurangan Pekerja
Erica Gusmao adalah seorang ibu tunggal yang berusaha keras menghidupi diri sendiri dan anaknya.
Di Brasil, negeri asalnya, ia adalah seorang desainer grafis, dan pindah ke Australia setahun lalu dan berharap bisa menjadikan hobinya memasak kue menjadi sebuah karier dengan ikut kursus memasak.
Erica sudah berusaha menikmati kehidupan di Australia dengan bekerja sebagai tukang cuci piring di sebuah kafe di Hobart, ibu kota negara bagian Tasmania, namun keadaan ini akan segera berubah.
Sebelum pandemi COVID, mahasiswa asing di Australia boleh bekerja sampai 40 jam dalam dua pekan.
Tahun lalu pembatasan tersebut dicabut untuk mengatasi masalah kekurangan tenaga kerja, sehingga mahasiswa internasional boleh kerja tanpa pembatasan jam kerja sama sekali.
Tapi mulai 1 Juli, pembatasan diberlakukan lagi menjadi maksimal 48 jam per dua minggu, kecuali mereka yang bekerja di bidang perawatan lanjut usia.
"Rasanya agak sedikit menakutkan ketika kami mendengar berita ini, semua orang di grup WhatsApp teman-teman dari Brasil membicarakan hal ini," kata Erica.
Ia mengatakan sudah berpikir untuk mencari tempat tinggal bersama adik perempuannya untuk mengurangi biaya sewa, karena khawatir biaya hidup di Australia juga akan meningkat.
Mulai 1 Juli, mahasiswa internasional di Australia hanya boleh bekerja selama 48 jam per dua minggu
- Banten Investment Forum 2024: Tawarkan Peluang Investasi di 4 Klaster Sektoral
- Dunia Hari Ini: Setidaknya 10 ribu orang Tedampak Letusan Gunung Lewotobi Laki-laki
- Pendidikan dan Pengalaman Kerja Migran, Termasuk Asal Indonesia, Belum Tentu Diakui Australia
- Pemilik Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia Minta Lebih Diperhatikan
- Apakah Bentrokan Indonesia dengan Kapal Tiongkok di Laut China Selatan Pertanda Konflik?
- Raker dengan Komisi IX DPR, Menaker Yassierli Paparkan Arah Kebijakan Ketenagakerjaan