Jamal Khashoggi Si Pembenci Demokrasi
jpnn.com - Seharusnya Jamal Khashoggi merayakan pertambahan usia kemarin, Sabtu (13/10). Pria kelahiran Arab Saudi yang mengasingkan diri ke Amerika Serikat (AS) sejak 2017 itu genap 60 tahun.
Tapi, jangankan pesta, sekadar doa bersama mensyukuri hari istimewa saja tidak ada. Sebab, keberadaan jurnalis yang getol mengkritisi kebijakan Putra Mahkota Muhammad bin Salman (MBS) itu tidak diketahui pasti.
Spekulasi yang beredar, Khashoggi dibungkam oleh MBS. Karena itu, banyak pihak yang bersimpati kepadanya. Dia dianggap korban dari rezim anti-demokrasi dan kebebasan berpendapat.
Namun, John R. Bradley, kawan sejawat Khashoggi di The Spectator, punya analisis lain. "Media melabeli Khashoggi sebagai martir demokrasi dan kebebasan. Itu sangat salah," ujarnya.
Dia menambahkan bahwa Khashoggi adalah bagian dari inner circle Kerajaan Saudi. Tepatnya, kerajaan yang dipimpin almarhum Raja Abdulaziz Al Saud.
"Khashoggi tak pernah menyanjung demokrasi pluralisme ala Barat. Sesungguhnya, dia malah ingin menghapus pengaruh Barat seperti prinsip Ikhwanul Muslimin," tegas Bradley.
Prinsip itu pula yang membuat Khashoggi selalu berseteru dengan MBS. Sebab, MBS sangat anti-Ikhwanul Muslimin. (bil/c10/hep)
Sosok Jamal Khashoggi begitu tenar belakangan ini. Dia diduga dibunuh oleh orang suruhan pangeran Arab Saudi. Namun, siapakah Khashoggi sebenarnya?
Redaktur & Reporter : Adil
- Dokter Asal Arab Saudi Pelaku Serangan yang Menewaskan 2 Orang di Pasar Natal
- Kewenangan Dewan Pertahanan Nasional Dianggap Berbahaya Bagi Demokrasi dan HAM
- MPR RI Berperan Penting jaga Stabilitas Demokrasi di Indonesia
- Resmi, Arab Saudi Tuan Rumah Piala Dunia 2034
- Erdogan Jorjoran Menyokong Musuh Assad, Apa Kepentingan Turki di Suriah?
- Demokrasi Digital Tunjuk Titi Anggraini, Meidy Fitranto, dan Emmy Samira Jadi Advisor