Jangan Anggap Tabu Konstitusi Baru

Jangan Anggap Tabu Konstitusi Baru
Jangan Anggap Tabu Konstitusi Baru
JAKARTA - Indonesia dinilai sudah saatnya memiliki konstitusi baru untuk menggantikan UUD 1945. Jika Indonesia ingin kuat sebagai bangsa maupun negara, maka konstitusi baru hendaknya tidak lagi diangap hal tabu.

Demikian disampaikan para pembicara dalam diskusi publik bertema Urgensi Konstitusi Baru yang digelar lembaga kajian Seven Strategic Studies dan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) di Jakarta, Sabtu (1/9). Pakar tata negara, Margarito Kamis menyatakan, kehidupan bernegara di Indonesia menjadi tidak ideal karena UUD 1945 masih memiliki kelemahan.

Ia mencontohkan, UUD 1945 menutup peluang munculnya Presiden dari jalur independen karena calon presiden harus melalui jalur partai politik. "Tidak bisa kita merekrut pimpinan hanya lewat parpol saja. Yang dikhawatirkan kalau pemilik modal mengangkangi partai politik, jadi capres dan terpilih. Nanti hanya dikangkangi kapitalis saja. Apa mau seperti ini kita bernegara?" ujarnya.

Contoh lain adalah ketidakjelasan tentang sistem bikameral. Sebab Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang keberadaannya merupakan amanat UUD 1945, ternyata tak memiliki kewenangan sebagaimana DPR. "UUD 1945 menyatakan MPR terdiri dari anggota-anggota DPR dan DPD. Tapi DPD ini hanya seperti LSM plat merah," ulasnya.

JAKARTA - Indonesia dinilai sudah saatnya memiliki konstitusi baru untuk menggantikan UUD 1945. Jika Indonesia ingin kuat sebagai bangsa maupun negara,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News