Jangan Dulu Turunkan BBM, tapi Tolong si Miskin
Menyelamatkan Diri Masing-Masing (1)
Senin, 27 Oktober 2008 – 02:34 WIB
SUDAH pasti harga bahan bakar minyak (BBM) harus turun. Persoalannya tinggal kapan waktu yang terbaik. Tapi, ada yang lebih mendasar dari itu. Bisakah mementum BBM ini dimanfaatkan ’’untuk nyalip di tikungan” dalam krisis global ini. Yakni, untuk meletakkan dasar-dasar yang kukuh dalam penentuan harga BBM yang lebih rasional. Seumur hidup kita belum pernah bisa mengatasi masalah keruwetan BBM. Selalu saja soal BBM jadi isu sensitif multidimensi yang sering membuat instabilitas nasional. Bisakah momentum ini dipakai untuk menghapuskan sistem subsidi BBM selama-lamanya? Kini saatnya pemerintah melepaskan diri untuk jadi penentu harga BBM. Ini demi kestabilan pemerintah untuk jangka yang panjang. Juga sebagai salah satu rintisan terbentuknya pemerintah yang efektif yang kita cita-citakan bersama. Terutama setelah terbukti kita memerlukan pemerintah yang lebih efektif dari sekarang, meski juga jangan kembali ke sistem Orde Baru. Terlalu banyak energi dan risiko yang dipertaruhkan di bidang BBM ini.
Untuk menata keruwetan BBM, kita belum pernah mendapatkan momentum sebagus dan sehebat sekarang ini. Maka, momentum yang langka ini harus bisa dimanfaatkan secara jitu. Kinilah saatnya kita membuat fondasi yang kukuh di bidang yang amat peka dalam sejarah politik Indonesia. Tapi, kalau momentum ini terlewatkan begitu saja, kesempatan ini akan lewat begitu saja.
Baca Juga:
Harga BBM sudah terbukti sarat dengan isu politik dan stabilitas. Padahal, sudah terbukti stabilitaslah yang menjadi kunci kemajuan bangsa yang langgeng. Setiap kali ada kenaikan harga BBM, dampak yang terbesar bukan akibat selisih kenaikannya itu sendiri, tapi ekses ketidakstabilannya. Momentum yang saya maksud itu adalah: inilah untuk yang pertama harga BBM tidak perlu disubsidi.
Baca Juga: