Jangan Lagi Jadikan BBM Bahan Pencitraan
PPP Desak Pemerintah Segera Ambil Keputusan
Rabu, 29 Februari 2012 – 18:31 WIB

Jangan Lagi Jadikan BBM Bahan Pencitraan
JAKARTA - Pemerintah didesak segera mengambil keputusan tentang kepastian atas rencana menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Anggota DPR RI yang juga juru bicara DPP Partai Persatuan Pembangunan, Arwani Thomafi, menilai kegamangan pemerintah saat ini dalam menaikkan harga BBM adalah buah dari penurunan harga BBM demi pencitraan dan Pemilu 2009 lalu.
Menurut Arwani, kini saatnya pemerintah harus berani mengambil kebijakan tidak populis demi kepentingan jangka panjang. "Jika kembali ke belakang, ketika pemerintah dua kali menurunkan harga BBM kan diduga konteksnya lebih pada pencitraan menjelang pemilu. Tapi terbukti setelah pemilu, opsi penurunan harga BBM itu justru menjadi bumerang," kata Arwani kepada JPNN, Rabu
Tapi kini, kata Arwani, pemerintah harus berani mengambil opsi soal BBM. Jika harga BBM dinaikkan Rp1000 per liter, maka subsidi yang bisa dihemat mencapat Rp 21 ttiliun. Sedangkan jika dinaikkan Rp1.500 per liter, subsidi yang bisa dihemat adalah Rp45 triliun.
Arwani menambahkan, kalaupun akhirnya pemerintah mengambil opsi menaikkan BBM maka harus ada kompensasi bagi masyarakat bawah. Namun Arwani mengingatkan, jangan sampai kompensasi itu menggunakan model Bantuan Langsung Tunai (BLT). Kompensasi bisa berupa perbaikan kualisas SDM dan pembangunan infrastruktur.
JAKARTA - Pemerintah didesak segera mengambil keputusan tentang kepastian atas rencana menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Anggota DPR RI yang
BERITA TERKAIT
- Said Aldi Instruksikan Konsolidasi OKP Hingga ke Tingkat Bawah
- Gerindra Ungkap Alasan Prabowo Utus Jokowi ke Pemakaman Paus Fransiskus, Ternyata...
- Dugaan Kecurangan PSU Pilkada Bengkulu Selatan Akan Digugat ke MK
- Perkuat Diplomasi Kebangsaan RI Hadapi Geo-Ekonomi, Ibas Mendorong Kolaborasi ASEAN Plus
- Legislator Gerindra: Perintah Presiden Membawa Angin Segar Tertibkan Angkutan Truk ODOL
- Heboh Isu Ijazah Palsu, Jokowi Bukan Satu-satunya Sasaran Tembak