Jangan Terburu-buru Mengambinghitamkan PLTU Sebagai Pencemar Udara di Jakarta
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan pemerintah tidak perlu terburu-buru menyalahkan PLTU, sebagai salah satu penyebab polusi udara di Jakarta.
“Jangan sampai ada anggapan pemerintah tidak mampu menyelesaikan masalah transportasi sehingga mengambinghitamkan PLTU sebagai pencemar udara di Jakarta,” kata Trubus.
Saat ini polusi udara di Ibu Kota Jakarta masih tetap berada di level tertinggi meski beberapa unit PLTU di Suralaya sebesar 1.600 Megawatt (MW) dalam posisi mati/shutdown.
Dalam posisi PLTU shutdown tersebut, perlu dicermati asal polutan yang mengakibatkan polusi udara di Jakarta.
“Kalau masih tinggi, ya berarti bukan PLTU,” serunya.
Menurutnya, pemerintah perlu secara komprehensif mengurai sumber polusi udara di Jakarta sehingga tidak salah dalam menentukan kebijakan.
Menurut Trubus, masalah polusi udara di Jakarta harus ditangani dengan penerapan situasi kejadian luar biasa (KLB) menyusul dampak buruk yang diakibatkan oleh polusi udara.
Penetapan status itu menjadi penting agar penanganannya menjadi cepat dan tepat.
Saat ini polusi udara di Ibu Kota Jakarta masih tetap berada di level tertinggi meski beberapa unit PLTU di Suralaya sebesar 1.600 MW dalam posisi mati.
- Koalisi Masyarakat Sipil Minta Presiden Prabowo Memastikan Transisi Energi Inklusif
- Tantangan Baru Gubernur Jakarta Terpilih Menangani Polusi Udara
- PLN IP Bersama BI Perluas Pemanfaatan Limbah Uang Kertas Sebagai Bahan Bakar di PLTU
- KPK Diminta Tak Tebang Pilih di Kasus Pengadaan Retrofit PLTU Bukit Asam Sumbagsel
- MANN+HUMMEL Gandeng B-Quik Ramaikan Pasar Otomotif Nasional
- Menenun Asa di Langit Biru: Merajut Masa Depan dengan Udara Bersih