Janur Kuning

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Janur Kuning
Patung Soeharto di Bukit Soeharto, Desa Biting, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo. Foto: Fais Nasrullah/JPNN.com

Peran Sultan Hamengkubuwono IX sebagai inisiator operasi terungkap dengan jelas, dan peran Soeharto juga terlihat di situ. Friksi sipil militer terungkap juga di situ. Friksi itu memengaruhi hubungan sipil-militer sampai jauh ketika Soeharto kemudian menjadi presiden.

Peran Soeharto dalam pertempuran itu sekarang pudar setelah pemerintah mengeluarkan Keppres 2/2022 mengenai Hari Penegakan Kedaulatan Negara. Dalam keputusan itu nama Soeharto tidak tercantum. Inilah yang menimbulkan banyak pertanyaan.

Tiap orang ada zamannya, dan tiap zaman ada orangnya. Bung Karno dan Pak Harto adalah dua tokoh yang punya zamannya sendiri. Keduanya tidak bisa diperbandingkan. Keduanya mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Tata krama Jawa mengajarkan ‘’mikul duwur mendhem jero’’, menghormati semua capaian positif, dan mengubur semua aib.

Soekarno dengan kecerdasan intelektualnya yang tinggi dan kemampuan orasinya yang hebat, mampu merumuskan Pancasila menjadi dasar negara dan filosofi berbangsa.

Dengan pemahamannya yang luas terhadap khazanah ideologi-ideologi dunia Sukarno berhasil merumuskan Pancasila menjadi dasar negara yang khas Indonesia.

Yudi Latief dalam ‘’Negara Paripurna’’menyatakan bahwa Pancasila adalah karya monumental bangsa Indonesia, dan Soekarno memainkan peran instrumental dalam perumusannya.

Pancasila adalah rumusan eklektik dari berbagai ideologi yang berkembang di dunia dan kemudian diadopsi untuk disesuaikan dengan kondisi di Indonesia.

Janur kuning yang dipasang melingkar di lengan menjadi identitas pasukan Soeharto.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News