Jasa Raharja Akan Masuk dalam Holding BUMN Asuransi, Ferdinandus Nggao Beri Respons Begini
Dalam penjelasan kedua UU tersebut dinyatakan bahwa pemerintah membentuk dana ini, karena kemampuan keuangan negara tidak mencukupi untuk menutup semua risiko kecelakaan lalu lintas yang dialami masyarakat. Atas pertimbangan kondisi keuangan negara inilah maka pemerintah membentuk dana yang cara pemupukannya dilakukan melalui iuran wajib. Dana dikumpulkan melalui iuran untuk kemudian disalurkan dalam bentuk santunan kepada para korban kecelakaan.
Dengan demikian, keberadaan Jasa Raharja merupakan representasi kehadiran negara. Jasa Raharja menjalankan peran negara dalam menutup risiko kecelakaan yang dialami warganya. Karena itu, besaran iuran dan santunan ditetapkan oleh negara, bukan oleh Jasa Raharja. Kewajiban membayar iuran adalah perintah negara melalui UU, bukan perintah Jasa Raharja.
Kedua, selama ini Jasa Raharja dikategorikan sebagai perusahaan asuransi sosial. Pengelolaan dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang untuk angkutan umum sebagaimana diatur dalam UU 33/1964 mirip dengan asuransi kecelakaan diri. Sementara pengelolaan dana pertanggungan wajib kecelakaan lalu lintas jalan mirip dengan asuransi pihak ketiga.
Padahal, sebetulnya mengelompokkan kegiatan Jasa Raharja sebagai asuransi kurang tepat. Pengelolaan dananya memang mirip asuransi, tetapi dalam hal tertentu tidak persis seperti asuransi. Kewajiban membayar iuran bukan persyaratan utama mendapat santunan.
“Misalnya, penumpang angkutan umum perkotaan tidak dikenakan iuran wajib, tetapi mendapat santunan ketika terjadi kecelakaan. Demikian juga, pengendara motor menabrak orang, maka korbannya mendapat santunan walaupun pemilik kendaraan tidak membayar iuran, yaitu Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan atau SWDKLLJ,” ungkap Ferdy.
Hal ketiga yang perlu dipertimbangkan, menurut Ferdy, adalah status Jasa Raharja. UU 33/1964 sendiri tidak menyebut tentang institusi pengelola dananya. Namun, hal ini dinyatakan secara eksplisit dalam PP No. 17/1965 tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang.
Pasal 8 PP ini menyatakan bahwa dana pertanggungan wajib ini diurus dan dikuasai oleh suatu Perusahaan Negara yang khusus ditunjuk oleh Menteri. Perusahaan Negara tersebut merupakan penanggung pertanggungan wajib kecelakaan penumpang.
Sementara Pasal 8 ayat (1) UU 34/1964 menyatakan, pengurusan dan penguasaan dana pertanggungan wajib kecelakaan dilakukan oleh suatu Perusahaan Negara yang ditunjuk oleh Menteri khusus untuk itu. Hal yang sama juga dinyatakan dalam Pasal 8 PP No. 18/1965 tentang Tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu-Lintas Jalan.
Artinya, Jasa Raharja seharusnya tetap berstatus BUMN. Dari sisi regulasi, penglolaan dana pertanggungan wajib dikelola perusahaan negara. Dari sisi tugas yang diemban, sebagai representasi negara, Jasa Raharja harus di bawah kendali langsung pemerintah.
BACA JUGA: Tok, Michael Kosasih Divonis Hukuman Mati
Pengamat kebijakan sosial Universitas Indonesia, Ferdinandus S. Nggao, menyarankan Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN untuk mempertimbangkan kembali keberadaan Jasa Raharja dalam Holding BUMN Asuransi.
- Jasa Raharja Kelola Tol hingga Jalur Arteri untuk Persiapan Mudik Nataru
- Menjelang Nataru, Jasa Raharja & Korlantas Polri Survei Rekayasa Lalin di Jateng
- Jasa Raharja & Korlantas Polri Survei Kesiapan Pengamanan Nataru
- Jasa Raharja Sampaikan Santunan kepada Korban Kecelakaan Beruntun di Semarang
- Jasa Raharja Salurkan Santunan kepada Korban Kecelakaan Beruntun Tol Cipularang
- Selamat, Jasa Raharja Raih Penghargaan Indonesia Best Insurance Awards 2024