JATAM: Ungkap Aktor Intelektual Pembunuh Petani di Lumajang!
jpnn.com - JAKARTA - Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) meminta kepolisian mengungkap dan menindak pelaku dan aktor intelektual pembunuhan dan penganiayaan petani di Lumajang.
Ki Bagus dari JATAM menceritakan kronologis peristiwa tersebut. Kata dia, pada 26 September 2015 pagi, Salim Kancil dijemput dari rumahnya dan dibawa ke Kantor Desa Selok Awar-Awar, Lumajang, Jawa Timur oleh sejumlah orang.
"Dia dianiaya beramai-ramai dengan kedua tangan terikat. Kepalanya dicangkul, dipukul dengan batu dan benda keras lainnya. Setelah meninggal, mayatnya dibuang di tepi jalan dekat areal perkebunan warga," ungkap Ki Bagus, melalui surat elektronik yang diterima JPNN.com, Minggu (27/9) malam.
Di hari yang sama, Tosan juga dijemput paksa di rumahnya. Dia melawan. Lalu dikeroyok dekat rumahnya. Sempat melakukan perlawanan, Tosan diselamatkan warga setempat. Ia dilarikan ke rumah sakit.
"Bapak Tosan saat ini mengalami luka parah dan dalam kondisi kritis di rumah sakit di Malang," ujar Ki Bagus.
Menurut dia, sudah sejak lama warga petani di desa ini diintimidasi bila melawan aktivitas pertambangan pasir yang dijalankan oleh sang kepala desa.
"Kedua korban termasuk petani yang kukuh bertahan melakukan penolakan secara terbuka. Fakta ini menunjukkan betapa petani telah dirampas ruang produksinya sekaligus dicabut nyawanya secara paksa," tandas Ki Bagus. (wow/jpnn)
JAKARTA - Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) meminta kepolisian mengungkap dan menindak pelaku dan aktor intelektual pembunuhan dan penganiayaan petani
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Bayi Baru Lahir Dibuang Orang Tuanya ke Saluran Irigasi di Sukabumi, Polisi Buru Pelaku
- Aksi Geng Motor di Perbatasan Sukabumi-Bogor Bikin Resah, Polisi Langsung Bergerak
- Anggota Polda NTT Pelaku Penggelapan Rp 400 Juta Akan Ditindak Tegas
- Janin Usia 4 Bulan Dibuang di Pembuangan Tinja, Pelaku Diburu Polisi
- Beringas, Geng Motor Berbuat Onar di Perbatasan Sukabumi dengan Bogor
- 6 Remaja yang Tawuran di Medan Positif Narkoba, Duh