Jawa-Non Jawa, Jalan Panjang
Senin, 02 Maret 2009 – 07:06 WIB
Jika dianalisis, ada beberapa alasan mengapa Obama yang berkulit hitam bisa menjadi presiden Amerika. Negeri itu memang sangat multikulkturalis, karena warganya berasal dari kaum migran Eropa, Arab, Afrika bahkan China. Anutan agama juga beragam. Dua faktor itu bukan kebetulan juga ditemukan di Indonesia, yang kata orang juga melting pot bagi berbagai etnik, ras dan religi.
Baca Juga:
Hanya saja dalam tingkat pendapatan per kapita, Inonesia masih kalah jauh, padahal aspek ini penting dalam perwujudan demokrasi. Jika masih banyak rakyat yang bergumul dengan kebutuhan sandang, pangan dan papan, fokus dan orientasi untuk peduli kepada politik, misalnya, siapa duet pemimpin yang ideal apakah faktor Jawa-NonJawa masih relevan, atau belum terlalu meyakinkan untuk bersikap demokratis secara tulen.
Dalam doktrin kita memang sudah meyakinkan. Ada sejarah Sumpah Pemuda, doktrin NKRI bahkan juga lagu-lagu perjuangan sepeti “Dari Barat Sampai ke Timur” hingga “Padamu Negeri” dan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” yang di masa kanak-kanak dulu dengan menyanyikannya saja sudah mendirikan bulu tengkuk.
Dalam praktek pun sebetulnya sudah teruji. Berbagai gerakan sepratisme akhirnya padam, karena rakyat tidak berkenan. Sebutlah, kisah DI-TII, GAM, PRRI, Permesta hingga RMS dan OPM. Dua terakhir ini pun hanya didukung segelintir elit saja, itupun karena dikocok-kocok elit yang berada di luar negeri, dan relatif sudah padam.