Jawa-Non Jawa, Jalan Panjang

Jawa-Non Jawa, Jalan Panjang
Jawa-Non Jawa, Jalan Panjang

Wah, yang terakhir ini menarik, dan munculnya fakta tokoh-tokoh yang disebut-sebut mencalonkan diri sebagai kandidat presiden, sangat menggembirakan. Itulah yang terjadi hari-hari ini di Indonesia, meskipun soal keterpilihan adalah merupakan urusan dan hak rakyat, para pemilih.

Teori yang dikategorikan oleh Ricardo L. Garcia  (1982) ditimbanya dari kemajemukan masyarakat di Amerika dan negara lain, yang kebetulan cocok dengan melting pot bernama Indonesia. Namun sebelum telanjur tenggelam ke lubuk euphoria, masih ada relitas politik, bahwa masyarakat cenderung memilih pemimpin yang berasal dari kalangan mereka. Yang mayoritas selalu saja memilih dari kalangan mereka, dan itu demokratis saja adanya, bukan? Jika rakyat mayoritas atau mayoritas pemilih tetap bersikukuh memilih capres Anu dan bukan capres Polan, mau apa lagi?  

Regulasi politik yang tidak deskriminatif saja kelihatannya tidak cukup, tanpa sokongan pencerdasan dan pencerahan politik. Semakin meyakinkan pula setelah dibarengi tingkat pendapatan yang memadai. Apa boleh buat, masih panjang jalan yang ditempuh. **

KITA seolah-olah telah keluar dari “nasionalisme malu-malu, ketika Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf “JK” Kalla mengomentari wacana


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News