Jazilul PKB Sadari Penundaan Pemilu Langgar Konstitusi, Tetapi Layak Dicoba
jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid menyadari penundaan Pemilu melanggar konstitusi yang diatur dalam UUD 1945. Namun, Jazilul mengingatkan masyarakat ingin menunda pemilu dan ada preseden untuk melakukan hal tersebut.
"Penundaan ini memang tidak dikenal dalam konstitusi, karena, pemilihan presiden itu dilakukan lima tahun sekali menurut Pasal 22 e. Tetapi, konstitusi kita perlu melakukan itu," kata dia dalam sebuah acara diskusi, Minggu (13/3).
Menurut dia, pandemi Covid-19 ini membawa banyak masalah yang secara aturan tidak disebutkan cara penanganan dan solusinya secara baik.
Sementara, kata dia, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menyerap aspirasi yang ada. Jazilul mengeklaim masyarakat ingin pemilu ditunda.
"Beliau juga tahu bahwa wacana ini membutuhkan pendalaman, membutuhkan dinamika demokrasi, termasuk juga persetujuan dari partai politik, utamanya juga kehendak dari rakyat," kata dia.
Wakil Ketua MPR itu mengingatkan Indonesia pernah melanggar konstitusi mengenai pemilu.
"Ini bukan penundaan, tetapi, ya, ada pemilu yang dilaksanakan 1999, itu sesungguhnya secara konstitusi itu melanggar," kata dia.
Jazilul menganggap dalam Pasal 22e UUD 1945, disebutkan pemilu dilakukan setiap lima tahun sekali. Pada Pemilu 1999 itu, belum sampai lima tahun sekali.
PKB menyadari penundaan pemilu melanggar konstitusi yang diatur dalam UUD 1945. Namun, melanggar konstitusi soal pemilu pernah dilakukan di masa lalu.
- Anggota Baleg dari NasDem Usul Pemilu Digelar 10 Tahun Sekali
- Hasil Survei Edelman: 73 Persen Masyarakat Indonesia Lebih Suka Beli Produk Lokal
- Gugatan Ditolak PTUN, Ketua Tim Hukum PDIP Menggaungkan Prabowo Yes, Gibran No
- PDIP Menerima Putusan PTUN, tetapi Persoalkan Hakim yang Membuatnya
- Upaya PDIP Jegal Gibran Kandas di PTUN, Ronny Bilang Begini
- Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa: Hari Santri Momentum Antikekerasan