Jejak Juhanda, dari Lapas Tangerang Hingga Mengebom Gereja di Samarinda

Jejak Juhanda, dari Lapas Tangerang Hingga Mengebom Gereja di Samarinda
Juhanda yang diduga menjadi pelaku pengeboman Gereja Oikumene di Samarinda. Foto: SAIPUL ANWAR/KALTIM POST/JPNN.com

Ceramah maupun pembacaan ayat suci Alquran hanya terbatas di dalam masjid. Tidak memakai pengeras. Pintu masjid ditutup.

Sumber Kaltim Post (Jawa Pos Group) yang sempat mengikuti kegiatan di dalam masjid bercerita, beberapa hal membuat warga enggan beribadah di tempat itu.

Amalan di situ disebut berbeda dengan majelis pada umumnya. Sebagai contoh, tak ada zikir bersama selepas salat wajib.

Seorang perempuan lain, yang sempat beberapa kali ikut pengajian mengatakan, para ustaz di masjid tersebut berkali-kali menyeru ”Isy kariman au mut syahidan”.

Jika diartikan dalam bahasa Indonesia: hidup mulia atau mati syahid.

Persis seperti kalimat yang tertulis di kaus Juhanda ketika mengebom.

“Sering diserukan dalam beberapa pertemuan. Saya memutuskan keluar,” ujar perempuan dua anak tersebut.  

Kegiatan di situ diduga telah berlangsung dua tahun.

SAMARINDA - Sejam setelah ledakan bom molotov di gereja Oikumene di Samarinda pada Ahad (13/11), polisi mendatangi sebuah bangunan bercat putih,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News