Jejak Perempuan Tangguh Rokatenda Menenun Kain dan Membangun Asa di Pengungsian
Menurut Natalia, dirinya dan pengungsi lainnya terpaksa menumpang di rumah warga lain. Tak ada pencaharian pasti di tempat tinggal baru itu.
"Kami menginap di rumah orang. Kami juga belum dapat pekerjaan yang pasti. Jadi, kami rasa sangat susah”, tuturnya.
Di tengah beratnya beban hidup itulah para ibu dari Rokatenda mencoba mencari penghidupan dengan menenun. Menjual hasil tenunan pun merupakan hal baru bagi mereka.
Bagi masyarakat Palue, menenun adalah aktivitas pengisi waktu luang. Erniwati Lali, salah satu pengungsi lain asal Rokatenda, menuturkan biasanya hasil tenunan itu hanya untuk kalangan sendiri.
“Selama di Palue dahulu, kami membuat tenun hanya untuk adat dan dipakai saja. Untuk jual beli itu kami tidak tahu," ujarnya.
Namun, ibu-ibu asal Rokatenda adalah perempuan tahan banting. Mereka belajar berjualan demi menyambung hidup.
"Setelah pindah ke sini, pelan-pelan kami jadi tahu dan bisa menafkahi anak, suami, dan keluarga," kata perempuan yang kini menjadi ketua salah satu kelompok tenun warna alam di Desa Hewuli itu.
Erniwati lantas menceritakan awal dirinya sebagai istri dan ibu memutuskan menjadi tulang punggung keluarga. Menurutnya, ada 15 perempuan lain yang kini menekuni profesi penenun.
Jejak perempuan tangguh Rokatenda menenun kain dan membangun asa di pengungsian. Simak selengkapnya.
- Survei LKPI: Elektabilitas Melki-Johni Kalahkan Dua Rivalnya
- Jelang Pencoblosan, Melki-Johni Unggul di Pilgub NTT Versi Survei WRC
- Survei LPMM: Melki Laka Lena-Jhoni Asadoma Ungguli 2 Rivalnya
- Gunung Lewotobi Laki-Laki Erupsi Setinggi 5.000 Meter
- Bank Mandiri Segera Bergerak Bantu Warga Terdampak Erupsi Gunung Lewotobi di NTT
- Musim Penghujan Dimulai, Awas Bencana Hidrometeorologi