Jejak Perempuan Tangguh Rokatenda Menenun Kain dan Membangun Asa di Pengungsian
Pandemi Covid-19 juga mendorong para penenun Mbola So menjajakan tenunan mereka secara daring di media sosial. Namun, ada kendala karena hanya tiga penenun yang memiliki gawai dengan sistem operasi berbasis Android.
“Ada hape (ponsel) di rumah, tetapi itu punya anak saya. Saya cuma tahu cara angkat telepon saja kalau ada yang menghubungi. Selebihnya saya tidak tahu,” ungkap Agustina, salah satu anggota kelompok Mbola So.
Namun, kendala itu tak mematahkan semangat para penenun Rokatenda. Mereka gencar memasarkan tenunan khas itu melalui WhatsApp dan media sosial lainnya.
Meski foto dan narasi untuk memasarkan tenun itu sederhana, jangkuannya sudah melampaui wilayah Flores. Pesanan dari Jakarta dan daerah lain pun berdatangan.
Para penenun itu bisa menjual tenunan mereka dengan harga di atas Rp 800 ribu, bahkan ada yang mencapai Rp 1,3 juta.
Meski demikian, para penenun Rokatenda itu tetap mengharapkan pelatihan. Mereka menginginkan karyanya tidak hanya kain tenun, tetapi juga berupa kerajinan lainnya, seperti anting-anting, gelang, kalung, sepatu, dan lainnya.
Jejak kebersamaan dan perjuangan ibu-ibu Mbola So untuk bertahan hidup telah membuat mereka tetap tangguh dan terus tumbuh.
Menurut Erni, para perempuan Rokatenda di Hewuli menginginkan anak-anak mereka bersekolah tinggi.
Jejak perempuan tangguh Rokatenda menenun kain dan membangun asa di pengungsian. Simak selengkapnya.
- Survei LKPI: Elektabilitas Melki-Johni Kalahkan Dua Rivalnya
- Jelang Pencoblosan, Melki-Johni Unggul di Pilgub NTT Versi Survei WRC
- Survei LPMM: Melki Laka Lena-Jhoni Asadoma Ungguli 2 Rivalnya
- Gunung Lewotobi Laki-Laki Erupsi Setinggi 5.000 Meter
- Bank Mandiri Segera Bergerak Bantu Warga Terdampak Erupsi Gunung Lewotobi di NTT
- Musim Penghujan Dimulai, Awas Bencana Hidrometeorologi