Jelang Rekapitulasi, Prajurit Dilarang Bawa Amunisi Tajam
jpnn.com - JAKARTA - Jelang rekapitulasi suara akhir pada 22 Juli mendatang, Panglima TNI Jenderal Moeldoko melakukan sidak ke sejumlah kesatuan. Moeldoko meminta para prajuritnya untuk tidak melakukan tindakan berlebihan dalam mengamankan perhitungan suara.
Sedikitnya ada empat kesatuan yang didatangi, yakni Makostrad, Paskhas, Kopassus, dan Marinir. Moeldoko menegaskan jika fungsi TNI dalam pengamanan adalah membantu Polri. Karena itu, prajurit harus bisa membaca situasi kapan TNI diperlukan untuk ikut terjun.
"Saya instruksikan kepada prajurit TNI, tidak ada yang boleh membawa amunisi tajam. Gunakan hanya amunisi hampa dan karet meski dalam kondisi sekrusial apapun," ucapnya. Karena itu, jika nantinya ada amunisi tajam yang keluar saat pengamanan, bisa dipastikan bukan dari TNI.
Moeldoko membantah jika sidak tersebut merupakan pertanda akan ada kekacauan saat perhitungan suara di KPU. Menurut dia, pasukan TNI harus siaga dalam kondisi apapun. Sidak tersebut hanyalah untuk menguji seberapa siap pasukan jika ada perintah.
Kondisi saat ini, lanjut alumnus Akabri 1981 itu, harus dianalisis dengan baik oleh jajarannya agar semua kejadian bisa diprediksi sejak awal. "Saya mengimbau seluruh personel TNI mengikuti perkembangan Pilpres dengan sebaik-baiknya," tambahnya.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Sutarman menyatakan jika potensi kecurangan dalam pemilu bukan mustahil terjadi. Saat ini, pihaknya masih mengamati apa yang dilakukan oleh tim sukses kedua capres. Jika memang ada kecurangan, bakal langsung ditindak sesuai dengan ketentuan UU Pilpres.
Menurut dia, saat ini kedua kubu saling tuding melakukan kecurangan. "Mulai penggelembungan suara, perhitungan di TPS, pencoblosan ganda, itu semua harus diawasi satu persatu," tuturnya usai melantik Kapolda DIY, Papua, dan Asrena Kapolri di Mabes Polri kemarin.
Mengenai form C1, Sutarman menegaskan jika pihaknya tidak memiliki form tersebut. Apalagi, para petugasnya tidak menjangkau seluruh TPS sekaligus karena ada petugas yang mengawasi 4-5 TPS dalam satu waktu. "Polri tidak punya kewajiban dan kewenangan untuk melakukan perhitungan kertas suara. Kami hanya mengamankan," ucap mantan Kabareskrim itu.
Catatan milik Polri nantinya hanya digunakan untuk kepentingan penyidikan jika terjadi pelanggaran pidana pemilu. Catatan tersebut juga bisa digunakan sebagai bukti pembanding jika terjadi sengketa hasil pilpres di Mahkamah Konstitusi.
Untuk mengamankan rekapitulasi suara di KPU pusat pada 19-22 Juli mendatang, pihaknya sudah menyiapkan kekuatan dari Mabes Polri dan Polda Metro Jaya. Selain itu, pasukan TNI juga disiapkan untuk penebalan. "Kami juga mengantisipasi perbatasan Jawa Barat dan Banten untuk mengantisipasi pergerakan massa. Tapi mudah-mudahan tidak terjadi," tambahnya. (byu)
JAKARTA - Jelang rekapitulasi suara akhir pada 22 Juli mendatang, Panglima TNI Jenderal Moeldoko melakukan sidak ke sejumlah kesatuan. Moeldoko meminta
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Jadi Peserta TASPEN, Jokowi Terima Manfaat Pensiun dan THT
- Pameran AKI 2024 jadi Ajang Apresiasi dan Perkenalan untuk Para Penggerak Budaya
- Tekan Angka Kriminal Anak Muda, RK Ecosystem Sosialisasikan Program LAKSA
- 10 Mahasiswa Finalis Kompetisi Esai Pertamina Siap Bersaing di PGTC
- Guru Honorer Supriyani Ungkit Omongan Bupati saat Mediasi soal Karier dan SKCK
- Kasus Tom Lembong, Pakar Hukum UI: Begitu Prosesnya Tidak Lawful, maka Cacat