Jembatan Butuh
Oleh: Dahlan Iskan
jpnn.com - Ada Mbok Brewok di halaman Balairung Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Saya sulit menyebutnya: dia atau ia. Tidak cantik juga tidak ganteng.
Dia/ia pakai kebaya. Pakai gelungan rambut tersanggul. Pakai lipstik. Tidak pakai BH. Dadanya rata. Kumisnya melintang. Jenggotnya membrewok. Suaranya besar.
Di situ Mbok Brewok jualan makanan. Di rombong sederhana tetapi bermerek.
Mereknya itu yang sensitif: Bajingan –akronim dari bajigur dan gorengan. Laris. Istri saya beli bajigur dua porsi. Teman-teman istri juga beli –sambil minta bisa foto bersama Mbok Brewok.
Mbok Brewok memang alumnus sekolah seni terkenal di Yogyakarta –Institut Seni Indonesia (ISI). Nama aslinya: Ichsan. Laki-laki. Ia/dia seniman merangkap pengusaha kecil.
Bajigurnya asli desa Cangkringan di lereng gunung Merapi. Itulah desa Mbah Marijan –pawang Merapi yang tewas akibat ledakan gunung yang dijaganya.
Dan dia/ia tidak sendirian. Ada yang lebih senior di situ: Ong Harry Wahyu. Jualan lain lagi. "Saya baru selesai rapat dengan Mas Butet," ujar Wahyu tergopoh.