Jenderal Masuk Pilkada, Waspadai Keterlibatan Militer
Dia menambahkan, ada konsekuensi logis dari keputusan mengambil atau mengusung calon kepala daerah yang bukan kader partai.
Pertama, tentu lebih sangat sulit mengontrol dan mengawasi kepala daerah eksternal yang bukan kadernya dibandingkan kader partai.
Kedua, tentu lebih besar potensi kutu loncat atau lompat pagar kader eksternal.
Di saat citra institusi TNI sentimennya positif sebagai lembaga yang paling dipercaya publik, parpol mengambil momentum tersebut mengusung jenderal aktif maupun yang sudah purnawirawan.
Kelebihan pemimpin dari TNI dan Polri karena sosok ketegasan dan soal kedisiplinan. Namun pada saat yang sama ada kelemahan yaitu karakter pemimpin garis komando.
Lalu muncul persoalan bagaimana mereka menyesuaikan dengan ritme tata cara kerja sipil, kepemimpinan latar belakang sipil dengan pola kerja garis putus putus, egaliter dan berbasis konsensus.
Dia menambahkan demokrasi memberi peluang bagi setiap warga negara untuk ikut berkontestasi.
"Saya tidak memperkarakan purnawirawan atau TNI dan Polri yang sudah pensiun karena mereka adalah warga negara biasa dan punya hak memilih dan dipilih. Namun yang jadi soal adalah TNI dan Polri masih aktif," katanya.
Menurutnya, mereka belum wajib pensiun. Sebab, mereka belum terdaftar sebagai pasangan calon.
Tren partai mengambil jalan pintas yaitu mencoba menarik jenderal ke gelanggang politik di pilkada.
- Tim Hukum Paslon Aurama Laporkan Belasan Komisioner Bawaslu di Sulsel ke DKPP
- Anggota Bawaslu Lolly Suhenty: Pilkada Berjalan Baik, Terima Kasih Media!
- Ini Penjelasan Wamendagri soal Pilkada Serentak 2024
- Soroti Pilkada Serentak dan Otonomi Daerah, Kelompok DPD di MPR Gelar Diskusi Publik
- Cegah Konflik Sampai Tahapan Pilkada Selesai, Polda Sumsel Siapkan Strategi Khusus
- Seorang Anggota KPPS di Muara Enim Meninggal Dunia