Jenderal Sudirman Gerilya Hanya Bawa 10 Prajurit, Mata-mata Belanda Dihajar
“Saat ini tidak seperti dahulu, yang hampir setiap hari selalu ada bunyi tembakan, makanya diharapkan bagi generasi muda agar selalu bersyukur dan isilah kemerdekaan dengan hal positif,” ungkap Mujiharyono.
Teringat betul pada awal 1949 lalu, pada malam hari datang Panglima Besar Jenderal Sudirman yang ditandu, bersama tidak lebih dari 10 pengawal di desa yang disinggahi.
Sebab saat itu sang jenderal ingin beristirahat di kediaman Mukijan, salah satu tokoh di wilayah Suruh, sebelum melanjutkan perjalanan pada besok malam harinya.
“Jika saat ini pukul 21.00 masih ramai, namun kala itu memasuki pukul 19.00 terlihat sepi, sebab masyarakat memilih tidak keluar rumah karena penerangan tak memadai, juga takut jika bertemu Belanda,” katanya.
Kedatangan Jenderal Sudirman tersebut sangat dirahasiakan. Kendati masyarakat mengetahuinya tidak ada satupun yang bercerita. Sebab hal itu dilarang, karena banyak sekali mata-mata Belanda di antara masyarakat setempat.
Hingga pada tengah malam, terdapat sekitar 10 anggota Badan Keamanan Rakyat (BKR) - saat ini menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI)- membawa tiga orang yang dinyakini sebagai mata-mata Belanda ke rumahnya.
Itu karena, kakak kandungnya tergabung dalam prajurit atau tentara yang mengamankan gerilya Jenderal Sudirman.
Sehingga, rumah yang ditinggalinya itu dijadikan posko keamanan untuk kesuksesan gerilya. Saat itu, silih berganti tentara di rumahnya menghajar tiga orang tersebut sambil menginterogasi agar mengaku siapa yang menyuruhnya dan informasi apa saja yang dibocorkan.
Mudjiharyono, warga Desa/Kecamatan Karangan, Trenggalek, Jatim, menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri perjuangan Jenderal Besar Sudirman bergerilya
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408