Jenny Mei

Oleh: Dahlan Iskan

Jenny Mei
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Waktu itu uji coba pembuatan mie dari sagu sedang dia lakukan. Dia kampanye mie sagu di Jayapura.

Jenny juga ke pusat tanaman sagu di pedalaman Sorong. Berhari-hari Jenny di sana. Sampai tahu kebiasaan masyarakat di situ makan ulat sagu. Mirip orang Blora makan ulat jati.

Ulat itu gemuk-gemuk. Menor-menor. Digoreng. Dimakan. Jenny ikut menikmati makan ulat sagu. Bahkan dia berani ditantang penduduk asli Papua makan ulat hidup.

"Tidak menggigit lidah?"

"Bagian kepalanya jangan dimakan," jawabnyi.

Untuk mencapai pusat tanaman sagu itu dia harus naik perahu 6 jam. Juga harus naik sepeda motor. Tetapi Jenny merasa sangat menikmati perjalanan itu. Bahkan dia kangen ingin ke Papua lagi.

"Apakah kelak harga tepung sagu bisa lebih murah dari tepung terigu?" tanya saya.

"Seharusnya bisa. Sagu tidak perlu ditanam. Hutan sagu luas sekali. Tumbuh sendiri," ujar Jenny.

Gus Dur yang membuat Jenny Widjaya pulang ke Indonesia. Secara tidak langsung. Dia sudah dua tahun di Beijing. Mulai kerasan. Sudah kawin di sana.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News