Jepang Berubah dari Kekaisaran Militer Jadi Negara Penjual Fantasi, Apa Pemicunya?

“Saat naik kereta, kita akan melihat pegawai kantoran, atau orang dewasa, membaca koran, atau manga,” kata Hiroko, merujuk pada manga yang menyasar pembaca dewasa pada masa itu, yang dikenal juga dengan sebutan Gekiga.
Ia ikut mendirikan AltJapan, sebuah perusahaan spesialisasi manga dan video game bersama suaminya, Matt Alt, seorang penulis dan penerjemah.
Matt mengatakan ia mengenal budaya pop Jepang pada tahun 1980an, terutama dalam bentuk mainan, kartun, dan video game.
"Sistem Hiburan Nintendo, Gameboy, anime, manga, kemudian mengubah mainan, boneka, dan lainnya."
Masa ini digambarkan oleh banyak orang sebagai "zaman keemasan" manga dan anime, ketika produksinya meningkat pesat sementara perekonomian Jepang juga meningkat untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia Kedua.
Sejak itu manga terus berkembang dan menyebar, menyasar berbagai demografi.
Ada genre untuk anak-anak, remaja, dewasa, bahkan orangtua, dan temanya beragam. Mulai dari erotisme dan kekerasan, hingga cinta dan komedi.
Meski popularitasnya semakin meningkat, manga dan anime secara umum tetap menjadi sub-kultur di Jepang yang dianggap oleh banyak orang dewasa sebagai sesuatu yang tidak pantas atau vulgar.
Bagaimana animasi mengubah Jepang yang dianggap jadi ancaman militer saat perang dunia, menjadi negara yang menawarkan fantasi dan impian bagi anak muda
- Sulitnya Beli Rumah Bagi Anak Muda Jadi Salah Satu Topik di Pemilu Australia
- Rusia Menanggapi Klaim Upayanya Mengakses Pangkalan Militer di Indonesia
- Dunia Hari Ini: Siap Hadapi Perang, Warga Eropa Diminta Sisihkan Bekal untuk 72 Jam
- Rusia Mengincar Pangkalan Udara di Indonesia, Begini Reaksi Australia
- Dunia Hari Ini: Katy Perry Ikut Misi Luar Angkasa yang Semua Awaknya Perempuan
- Dunia Hari Ini: Demi Bunuh Trump, Remaja di Amerika Habisi Kedua Orang Tuanya