Jihad dan Tawuran

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Jihad dan Tawuran
Bung Tomo. Foto: Istimewa

Karakter arek Suroboyo yang egaliter dan demokratis itu membawa semangat nasionalisme yang tinggi.

Nasionalisme yang tinggi itu kemudian dipadu dengan karakter religius yang membawa semangat ‘’Jihad fi Sabilillah’’.

Tidak bisa dimungkiri bahwa ‘’Resolusi Jihad’’ yang difatwakan oleh pemimpin Nahdlatul Ulama (NU) K.H Hasyim Asyari membawa para santri dari berbagai daerah di Jawa Timur untuk terjun langsung ke palagan Surabaya.

Dalam resolusi itu disebutkan bahwa kaum muslimin yang berada di radius 100 kilometer dari Surabaya hukumnya ‘’fardu ain’’ untuk berjihad terjun ke pertempuran. Sementara yang bermukim di luar radius itu hukumnya ‘’fardu kifayah’’.

Semangat jihad membara. Hal tersebut terlihat dari orasi Bung Tomo yang selalu memekikkan “Allahu Akbar” pada setiap pembuka dan penutup pidatonya di depan para arek-arek Suroboyo.

Bung Tomo mengatakan bahwa "andai tak ada takbir, saya tidak tahu dengan cara apa membakar semangat para pemuda untuk melawan penjajah." 

Pekikan “Allahu Akbar” dalam setiap pembuka dan penutup Bung Tomo memiliki peran besar dalam pertermpuran William H. Frederick dalam buku ’’Pandangan dan Gejolak: Masyarakat Kota dan Lahirnya Revolusi Indonesia’’ mengungkapkan bahwa pekikan “Allahu Akbar” dalam setiap pidato Bung Tomo memiliki peran besar untuk menarik perhatian umat Islam di Surabaya.

Pada peristiwa 10 November 1945, pasukan rakyat, baik dari Hizbullah atau Sabilillah menyambut seruan jihad fisabilillah dengan teriakan pekik takbir Allahu akbar.

Semangat jihad membara. Hal tersebut terlihat dari orasi Bung Tomo yang selalu memekikkan Allahu Akbar pada setiap pembuka dan penutup pidatonya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News