Jika Gunung Agung Meletus, Suhu Bumi Diperkirakan Lebih Sejuk
Abu dan gas beracun terlontar ke udara
Menurut Richard Arculus, seorang Profesor Emeritus di bidang geologi dari Universitas Nasional Australia (ANU), ketika Gunung Agung meletus 54 tahun lalu, gunung berapi itu memuntahkan sejumlah besar abu dan sulfur dioksida ke atmosfer.
Sulfur dioksida itu kemudian bereaksi dengan uap air di udara dan membentuk tetesan asam sulfat.
Sekitar 10 juta ton tetesan tersebut terakumulasi di stratosfer -lapisan di atas troposfer tempat kita tinggal –Bumi dan membentuk kabut.
Kabut itu kemudian bertindak sebagai penghalang dan mengurangi jumlah sinar ultraviolet (UV) dari Matahari ke permukaan Bumi, menghasilkan efek pendinginan.
Efeknya tak bertahan lama
Menurut Profesor Arculus, kabut asam sulfat bisa bertahan di stratosfer selama beberapa tahun, namun akhirnya tetesan itu akan kembali ke Bumi.
"Mereka cukup kecil sehingga mereka hanya bisa tinggal di sana untuk sementara waktu ... tapi akhirnya mereka kehabisan tenaga," jelasnya.
Dan itulah sebabnya penurunan suhu Bumi masih akan jauh dari penyembuhan pemanasan global.
"Ini adalah efek jangka pendek, tidak seperti injeksi karbon dioksida menahun yang terus berlanjut, dengan membakar bahan bakar fosil -yang terus terakumulasi," kata Profesor Arculus.
- Universitas Australia Akan Jadi yang Pertama Gunakan AI di Asia Pasifik
- Dunia Hari Ini: Pesawat Azerbaijan Airlines yang Jatuh Kemungkinan Ditembak Rusia
- Rencana Indonesia Bangun Pembangkit Tenaga Nuklir Dikhawatirkan Memicu Bencana
- Dunia Hari Ini: Dua Negara Bagian di Australia Berlakukan Larangan Menyalakan Api
- Dunia Hari Ini: Harvey Moeis Divonis Enam Setengah Tahun Penjara
- Australia Membutuhkan Pekerja Lepasan yang Cukup Banyak Menjelang Akhir Tahun