Jika Keadaan Mencekam, yang Keluar Cebong dan Kampret
Seperti umumnya kisah pewayangan, Nanang juga menciptakan tokoh antagonis wayang pulau. Tokoh ini digambarkannya sebagai Batara Angkara. Ujudnya hewan gabungan. Sang raja berujud komodo. Sedangkan anak buahnya: tikus, celeng, babi, tupai, kelelawar, dan lain-lain.
Jika lakonnya dalam keadaan mencekam, tokoh yang keluar cebong dan kampret. ”Mencekam singkatan dari menjadi cebong dan kampret,” ungkapnya.
Menurut Nanang, naskah cerita wayang pulau diciptakan menyesuaikan kondisi negara. Untuk merespons banyak hal. Disesuaikan dengan sasarannya. Misalnya cerita untuk anak-anak. Maka diambil cerita ringan, seperti kekayaan budaya dari Rakyan.
Untuk orang dewasa bisa bercerita tentang isu nasional. Misalnya perang antarpulau yang disebabkan para antagonis. ”Macam-macam. Bisa membahas intoleransi, sejarah Indonesia, global warming, politik, dan lain-lain,” ungkapnya.
Logat bahasanya pun disesuaikan dengan Rakyan. “Kalau Jawa ya pakai bahasa Jawa. Sumatera biasa pakai bahasa Minang,” sambungnya.
Tak butuh waktu lama Nanang menciptakan model wayang pulau. Hanya dua hingga tiga hari. Full time. Yang lama ketika memindahkan sketsa manual di kulit sapi atau kerbau.
Semua disiapkannya sendiri. Mulai desain, alur cerita, dan tokoh wayangnya. Kecuali pengrajinnya. Juga dalangnya.
Kendalanya saat pembuatan wayangnya. Nanang sulit mencari pengrajin yang mau mengerjakan sesuai desain yang dia minta. Yang memang rumit. Dan jauh beda dengan wayang pada umumnya.