Jika Tak Dikontrol, Rokok Elektrik Ancam Petani Tembakau
Dari sisi pendapatan negara dan daerah, Irfan memaparkan, Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) juga cukup tinggi.
Akan tetapi, dana yang diterima NTB tidak seluruhnya kembali untuk peningkatan kapasitas dan pemberdayaan petani tembakau.
Namun justru disalurkan untuk sektor lainnya di sejumlah kabupaten/kota di NTB.
Untuk diketahui, DBHCHT yang diperoleh NTB terus mengalami peningkatan. Pada 2018, DBHCHT yang diperoleh NTB dari pemerintah pusat lebih dari Rp 248,8 miliar.
Angka itu meningkat menjadi lebih dari Rp 295,6 miliar pada 2019. Petani berharap dana ratusan miliar yang digelontorkan pemerintah pusat tersebut diperbanyak untuk menyentuh petani tembakau yang ada di NTB.
"Total anggaran dari DBHCT seharusnya difokuskan untuk petani tembakau yang ada, karena dana inikan disumbangkan oleh jerih payah petani kita," katanya.
Irfan menambahkan, masifnya rokok elektrik lambat laun juga akan berdampak pada menurunnya capaian hasil cukai tembakau nasional.
"Selain itu, secara sosial rokok elektrik ini pun semakin menajamkan strata sosial terkesan ada kelas eksklusif di tengah ketimpangan yang sangat tinggi di kehidupan sosial. Di sisi kesehatan rokok elektrik ini kan mengancam kesehatan penggunanya," tegasnya.
Ketua Serikat Tani Nasional (STN) Nusa Tenggara Barat Irfan mengatakan, pertumbuhan rokok elektrik di tengah situasi yang liberal tidak hanya menguntungkan negara dan pemerintah daerah, tetapi juga memangkas kebutuhan pasar tembakau.
- Tanggapi Polemik Rancangan Permenkes Kemasan Seragam, DPR: Lindungi Tenaga Kerja dan Petani Tembakau
- Demi Anak-Anak, Inggris Bakal Larang Vape Sekali Pakai Tahun Depan
- APTI Anggap PP 28/2024 dan RPMK Membunuh Petani Tembakau
- PD FSP RTMM-SPSI DIY Punya 3 Rekomendasi untuk Calon Kada di Kulon Progo
- Polemik Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek, APTI: Petani Tembakau Kena Dampak Negatif
- APTI Desak Kemenkes Cabut Rancangan Permenkes Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek