Jimly Asshiddiqie: Enggak Usah Semuanya Ingin Masuk Pemerintahan
jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie berbicara tentang perbedaan yang muncul setelah kontestasi Pilpres 2019 berakhir. Diketahui, setelah Pilpres 2019 memunculkan dua koalisi yakni partai pendukung Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
Hal itu diungkapkan Jimly saat berpidato di acara halalbihalal ICMI dengan tema "Rekonsiliasi untuk Bangsa" di Hotel Westin, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (5/7).
BACA JUGA: Jimly Asshiddiqie Serukan Setop Demo dan Beropini, Tunggu Saja Pengumuman KPU
Menurut Jimly, dua koalisi politik yang terlibat di dalam Pilpres 2019, tidak perlu melebur menjadi satu. Satu pihak berada di pemerintahan. Sementara itu pihak lain menjadi oposisi bagi pemerintahan.
"Mari rawat itu, supaya sistem kebangsaan ini biar saja ada dua kelompok. Selama keduanya berfungsi dengan baik, check and balance dalam sistem demokrasi akan semakin mendewasakan kehidupan kebangsaan," ucap Jimly.
Jimly menyarankan partai politik yang mendukung Prabowo tidak berebut masuk ke pemerintahan. Sebab, hal itu tidak menyehatkan bagi iklim demokrasi Indonesia.
"Biar saja dipelihara, enggak usah semuanya ingin masuk jadi pemerintah. Bagi dua saja, ada yang mengimbangi, ada yang bekerja dan itu Insyaallah akan mendewasakan kehidupan berbangsa," ucap dia.
BACA JUGA: Prof Jimly Usulkan Perpres Tentang Tanggung Jawab Atasan
Jimly menyarankan partai politik yang mendukung Prabowo tidak berebut masuk ke pemerintahan, sebab hal itu tidak menyehatkan bagi iklim demokrasi Indonesia.
- Pakar Politik Menyamakan Jokowi dengan Pembunuh Berdarah Dingin, Ini Sebabnya
- Beredar Surat Instruksi Prabowo untuk Pilih Ridwan Kamil, Ini Penjelasannya
- Jokowi Aktif Mendukung Paslon Tertentu, Al Araf: Secara Etika Itu Memalukan
- Al Araf Nilai Jokowi Memalukan Turun Kampanye di Pilkada 2024
- Anggap Maruarar Sirait Main SARA di Jakarta, Chandra: Belum Move On dari Rezim Jokowi
- Prabowo Bertemu MBZ, Targetkan Investasi Dagang Rp 158 Triliun