Jin Buang Anak

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Jin Buang Anak
Dhimam Abror Djuraid. Foto: Ricardo/JPNN.com

Lebaran adalah momen istimewa yang dianggap sebagai salah satu hari besar yang paling penting dalam Islam. Hanya umat Islam yang merayakan lebaran. Umat agama lain tidak merayakan lebaran, apalagi monyet.

Namun, mengapa ada ‘’lebaran monyet’’? itulah idiom yang dipakai untuk menunjukkan sesuatu yang sulit dicapai atau bahkan mustahil terjadi. Idiom itu terdengar lucu, dan tidak membuat siapa pun tersinggung, termasuk umat Islam.

Ada juga idiom ‘’malu-malu kucing’’, yang dipakai untuk menggambarkan sikap seseorang yang mau, tetapi malu. Idiom ini masih dipakai secara luas, dan di kalangan anak-anak muda milenial pun masih sering dipakai.

Tentu saja tidak berarti kucing itu pemalu, atau menyamakan seseorang dengan hewan seperti kucing. Ungkapan ini dipakai untuk bercanda dan menunjukkan ekspresi keakraban. Ungkapan ini khas Indonesia dan tidak ada padanannya dalam bahasa asing.

Namun, Tukul Arwana menyebutnya ‘’shy shy cat’’.

Sekarang yang lagi heboh adalah idiom ‘’tempat jin buang anak’’. Wartawan senior Edy Mulyadi mengatakan dalam video yang viral bahwa ibu kota di Kalimantan Timur adalah tempat jin buang anak.

Pernyataan ini memicu reaksi keras dari beberapa pihak yang kemudian melaporkan Edy Mulyadi ke polisi. Masyarakat adat di Kalimantan kesal oleh pernyataan itu dan mendesak Edy minta maaf dan datang ke Kalimantan untuk menjalani hukum adat.

Edy Mulyadi sudah meminta maaf dan mengatakan bahwa ia tidak bermaksud menghina dengan pemakaian idiom itu. Idiom itu adalah ungkapan yang sudah dipakai secara umum untuk menggambarkan sebuah lokasi yang jauh terpencil.

Idiom jin buang anak seharusnya dikembalikan kepada masyarakat yang paling berhak, yang sudah menjadikannya sebagai habitus.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News