Jin Buang Anak
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
Bahasa adalah kapital budaya, karena bahasa adalah kemampuan khas manusia yang didapat dari pengalaman empirisnya berhubungan dengan manusia lain.
Bahasa adalah kapital budaya yang erat kaitannya dengan kapital simbolik, karena melalui bahasa pemaknaan-pemaknaan simbolik dapat dilakukan oleh manusia.
Bahasa juga adalah praktik sosial. Bahasa di sini adalah wacana atau teks. Sebuah wacana tidak bisa muncul begitu saja sebagai sesuatu yang steril, tetapi merupakan hasil interaksi aktif antara struktur sosial yang objektif dengan kebiasaan berbahasa masyarakat.
Ketika kita memilih suatu kata, atau ketika kita menggunakan sebuah konsep, maka bukan kata atau konsep itu saja yang kita ambil, tetapi asumsi-asumsi, nilai, bahkan lebih jauh lagi ideologi yang melekat pada kata dan konsep itu, juga kita bawa, sadar atau tidak.
Maka bahasa sebagai praktik sosial erat kaitannya dengan kepentingan. Semua praktik sosial memiliki pamrih, meskipun pelaku sosial terkadang tidak menyadarinya, dan meskipun praktik ini jauh dari keuntungan materi sekalipun.
Bahasa juga erat kaitannya dengan pertarungan kekuasaan. Pierre Bourdieu selalu melihat interaksi sosial di dalam arus dominasi dan pertarungan.
Bahasa memiliki peran yang sentral dalam mekanisme kekuasaan dan dominasi, terutama untuk menyembunyikan maksud yang sebenarnya dari sebuah tindakan kekuasaan.
Interpretasi terhadap idiom ‘’jin buang anak’’ seharusnya dikembalikan kepada masyarakat yang paling berhak terhadap idiom itu, karena masyarakat sudah menjadikannya sebagai habitus, kebiasaan sosial.
Idiom jin buang anak seharusnya dikembalikan kepada masyarakat yang paling berhak, yang sudah menjadikannya sebagai habitus.
- Julukan Hujjatul Islam untuk Rocky Gerung
- Rocky Gerung, dari Ucapan Dungu ke Bajingan Tolol
- Survei Utting Research & Potensi Kejutan di Pilpres 2024
- Jalan Pintas MbS Merevolusi Sepak Bola Arab Saudi
- Antara Sinead O’Connor Si Tak Terbandingkan & Pembakar Al-Qur'an
- Tragedi Kanjuruhan & Gelak Tawa Kekuasaan