JK: Beda Partai Nasionalis dan Agamis Kian Tipis

JK: Beda Partai Nasionalis dan Agamis Kian Tipis
JK: Beda Partai Nasionalis dan Agamis Kian Tipis
Ia pun berharap agar pelaksanaan Pemilu 2009 bisa berjalan damai dan menghasilkan pemerintahan yang kuat. ”Kita harus bisa memetik pelajaran dari beberapa negara lain, yang kerap terjadi aksi saling menggulingkan hanya karena ingin merebut kekuasaan, tanpa menghiraukan demokrasi,” kata JK yang juga menjabat wakil presiden itu.

JK kemudian memberi contoh peristiwa yang terjadi di negara Thailand, yang setiap 6 bulan sekali, karena terjadi aksi saling menjatuhkan antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya. “Kita boleh berbeda pandangan. Namun perbedaan itu jangan sampai membuat perbedaan itu menjadi aksi saling menjatuhkan. Sehingga pemerintahan tidak bisa efektif dan berjalan sesuai dengan amanat rakyat, selama lima tahun,” tegasnya.

Dalam kesempatan sama, tokoh agama Syafii Maarif menilai politisasi agama saat ini terjadi karena banyak elit politik yang mempolitisir agama untuk kepentingan mengapital massa. Hal ini menyebabkan agama menjadi aspirasi dan tidak lagi berfungsi sebagai inspirasi etika dan estetika. “Gejala politisi jadi broker ini mewabah di semua partai,” tegas Buya, sapaan akrab Syafii Ma'arif.

Menurut Buya, pidato Soekarno yang menegaskan bahwa tidak akan ada lagi rakyat miskin setelah kemerdekaan ternyata tidak jadi kenyataan. “Yang salah itu bukan pidato dan keyakinan Soekarno. Kenyataan setelah kemerdekaan masih banyak rakyat yang miskin disebabkan karena elit politik sudah berubah fungsi jadi broker. Mestinya politisi dan politik itu mendatangkan kesejahteraan umum masyarakat,” tegas Buya.

JAKARTA - Dikotomi antara partai berbasis agama dengan partai nasionalis sudah sangat tipis. Hal itu terlihat dari komposisi calon legislatif (caleg),

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News