JK Bela Yusril dari Jeratan Jaksa
Rabu, 05 Januari 2011 – 15:51 WIB
JAKARTA - Mantan Menteri Perdagangan dan Perindustrian era Pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid, Jusuf Kalla (JK) mengaku tak tahu pelaksanaan Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) yang membuat mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra Yusril Ihza Mahendra menjadi tersangka korupsi. Namun menurut JK, kebijakan yang dibuat Yusril tersebut tak bertentangan secara hukum. Dijelaskannya, Sisminbakum lahir setelah pemerintah Indonesia diminta untuk melakukan restrukturisasi birokrasi dan kebijakan, serta privatisasi BUMN oleh IMF (International Monetery Fund) yang tertuang dalam Letter of Intent. Usulan ini dimaksudkan untuk membangkitkan dunia usaha paska Indonesia terkena krisis moneter.
"Bukan urusan saya di situ. Saya bicara peranan menteri (Yusril) saat itu," kata Kalla saat ditanya wartawan soal adanya pemberian setoran rutin hasil Sisminbakum kepada beberapa Dirjen di lingkungan Depkum HAM. Pernyataan JK dikemukakan, Rabu (5/1), selepas menjalani pemeriksaan selama 3 jam lebih oleh penyidik Pidana Khusus di Gedung Bundar Kejaksaan Agung.
Baca Juga:
JK diperiksa sebagai saksi meringankan yang diajukan Yusril. Mantan Wakil Presiden itu juga tak sependapat dengan penilaian penyidik kejaksaan bahwa kerugian yang timbul dari Sisminbakum salah satunya karena tak disetorkannya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). "Pada waktu itu (tahun 2000) belum ada aturan PP (Peraturan Pemerintah tentang PNBP)," sambung Kalla.
Baca Juga:
JAKARTA - Mantan Menteri Perdagangan dan Perindustrian era Pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid, Jusuf Kalla (JK) mengaku tak tahu pelaksanaan
BERITA TERKAIT
- Nilai IKIP Kaltim Meningkat, Masuk Tiga Besar Nasional
- Yorrys Raweyai: DPD Akan Mengawal Proses Pembangunan PIK 2 Tangerang
- BPMK Lanny Jaya Diduga Potong Dana Rp 100 juta dari 354 Kampung
- Kipin Meraih Penghargaan Utama di Temasek Foundation Education Challenge
- Sri Mulyani: Setiap Guru adalah Pahlawan yang Berkontribusi Besar bagi Kemajuan Indonesia
- Kerugian Negara Hanya Bisa Diperiksa BPK, Ahli: Menjerat Swasta di Kasus PT Timah Terlalu Dipaksakan