Johan Budi Menilai UU Pemilu dan Pilkada Tumpang Tindih
jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Johan Budi menyebutkan, pihaknya tidak menutup peluang untuk membuat Omnibus Law bidang politik. Ia mencontohkan aturan yang tumpang tindih itu misalnya Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu dengan UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
"Menurut saya (Omnibus Law politik) bisa ikut mengatasi adanya perbedaan-perbedaan antara UU 7 (Pemilu) sama UU 10 (Pilkada) misalnya," kata Johan, Jakarta, Rabu (15/1).
Johan menuturkan, Komisi II telah melakukan pembahasan mendalam atas Omnibus Law terkait politik. Dia percaya Omnibus Law itu juga didukung oleh pemerintah yang ingin menyederhanakan perundang-undangan.
"Presiden sendiri kan juga sudah mengusulkan mengenai ketenagakerjaan," kata mantan juru bicara KPK ini.
Namun, kata Johan, Omnibus Law terkait politik tidak bisa dibahas dalam waktu dekat karena terbentur program legislasi nasional (Prolegnas) 2020. Komisi II DPR telah mengetuk palu bahwa aturan yang dibahas pada 2020 yakni Revisi UU Pemilu dan UU Nomor 35 tahun 2008 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua.
"Jadi, yang sudah diketok itu, yang kami mulai di 2020 adalah revisi UU Pemilu inisiatif DPR Komisi II. Kemudian UU tentang Otsus Papua," ujar dia. (mg10/jpnn)
Johan menilai Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada yang ada saat ini tumpang tindih.
Redaktur & Reporter : Boy
- Ini Kesimpulan Raker Komisi II & Menteri Nusron Wahid soal SHGB-SHM di Area Pagar Laut
- Komisi II Bakal Undang Mendagri-KPU Bahas Opsi Pelantikan Kepala Daerah Terpilih
- MK Hapus Presidential Threshold, Ketua Komisi II: Babak Baru Demokrasi Indonesia
- MK Hapus Ketentuan Ambang Batas Pencalonan Presiden 20 Persen
- MK Hapus Aturan Ambang Batas Pencalonan Presiden, Ini Alasannya
- Jadwal Pelantikan Kepala Daerah Terpilih Diundur, Komisi II DPR RI Ungkap Tanggalnya