Johanes Djauhari, Anak Bangsa Pencipta Printer 3D
Gunakan Material dari Kulit Jagung dan Biji Ketela
Selasa, 16 Juli 2013 – 12:06 WIB
Biaya cetak 3D tidak hanya dihitung berdasar besarnya hasil cetakan, tetapi juga menghitung beratnya. Dia mencontohkan, ongkos untuk membuat botol seukuran kepalan tangan dipatok Rp 100 ribu hingga Rp 300 ribu. "Harganya murah karena ringan. Dalamnya botol kan kosong. Hanya mencetak pinggirannya," jelasnya.
Untuk mainan yang solid, ongkosnya lebih mahal. Sebab, pencetakan hingga di dalam rongga mainan. Johanes awalnya berencana memproduksi mesin printer 3D untuk dijual secara umum. Teknologi printer 3D berkategori open source, sehingga tidak terbelenggu paten. Harga yang dipatok sekitar Rp 10 juta per unit. Namun, rencana tersebut dipendam dulu karena sibuk kerja. Dia khawatir akan mengecewakan konsumen untuk urusan purnajual jika dipaksakan.
Printer 3D itu memiliki kelebihan serta kekurangan. Kekurangannya, butuh banyak waktu untuk mencentak barang tertentu dalam jumlah besar. Kekurangan lainnya, materi yang dicetak menyesuaikan dengan besarnya cetakan. Kalaupun dipaksakan, pencetakan dibuat terpisah-pisah, lalu dilem. Mesin karya Johanes hanya bisa mencetak di bidang alas 11 x 10 cm.
Kelebihan mesin tersebut adalah bisa mencetak dengan desain seaneh-anehnya. "Teknik cetak plastik dengan sistem fill (pengisian cetakan) hanya bisa digunakan untuk desain yang tidak terlalu rumit," jelasnya.
Mesin pencetak alias printer karya Johanes Djauhari ini benar-benar inspiratif. Sebab, alat itu bisa menghasilkan barang-barang utuh (3D/tiga dimensi)
BERITA TERKAIT
- Setahun Badan Karantina Indonesia, Bayi yang Bertekad Meraksasa demi Menjaga Pertahanan Negara
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala