Johannes Maria, Pastor yang Berjuang Menghidupi Museum Nias

Tak Rela Benda-Benda Pusaka Dijual ke Luar Pulau

Johannes Maria, Pastor yang Berjuang Menghidupi Museum Nias
Pastur Johannes Maria Harmmerle, OFMCap, bersama beberapa koleksi museum Nias yang dirintisnya sejak awal. Foto: Sugeng Sulaksono / Jawa Pos
"Bukan saya yang khawatir. Mereka, staf museum, yang khawatir. Bagaimana ini kelanjutan museum kalau si Johannes sudah tidak ada," ungkap Johannes yang lumayan fasih berbahasa Indonesia.

Sebagai gambaran, dia bercerita bahwa mantan Wakil Presiden Adam Malik dulu pernah mendirikan museum keramik yang besar dan megah. "Di mana (museum keramik) itu sekarang setelah Adam Malik meninggal" Jadi, mereka (staf Museum Nias) juga khawatir seperti itu," tuturnya.

Dari kekhawatiran para karyawan museum itulah, Johannes berpikir bahwa museum satu-satunya yang mendokumentasikan dan menampung benda-benda bersejarah kepulauan berpenduduk sekitar 900 ribu jiwa tersebut harus tetap ada. "Karena itu, kami pun berharap ada ide agar museum dengan anggaran minus itu bisa terus berlangsung," katanya.

Tidak ada dana tetap untuk pengelolaan Museum Nias yang halaman belakangnya langsung bersentuhan dengan laut Indonesia tersebut. Kecuali, bantuan dari kakak ipar Johannes di Jerman yang setia mengirimkan dana pensiunnya sebesar 60 euro (sekitar Rp 670 ribu, Red) setiap bulan. "Padahal, dia hidup sangat sederhana. Tapi, dia tetap kirim uang untuk bantu museum ini," ucapnya.

PASTOR Johannes Maria Hammerle OFMCap diakui masyarakat Nias jauh lebih Nias dibanding warga Nias. Agamawan asal Jerman itu bahkan termasuk budayawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News