Johannes Maria, Pastor yang Berjuang Menghidupi Museum Nias
Tak Rela Benda-Benda Pusaka Dijual ke Luar Pulau
Sabtu, 12 Juni 2010 – 08:24 WIB

Pastur Johannes Maria Harmmerle, OFMCap, bersama beberapa koleksi museum Nias yang dirintisnya sejak awal. Foto: Sugeng Sulaksono / Jawa Pos
Banyak warga yang enggan menitipkan benda bersejarahnya di Nias karena berpikir bahwa museum itu milik Johannes atau milik umat Katolik. "Begitu pula yang saya rasakan ketika saya minta bantuan polisi lima tahun lalu. Polisi tidak bersedia menitipkan batu megalit yang disitanya ke museum ini. Katanya harus ada izin dari jaksa agung di Jakarta," keluh Johannes.
Membangun museum bukanlah sesuatu yang direncanakan Johannes. Terlebih, sebelum menginjakkan kaki di Tana Niha "sebutan masyarakat Nias yang berarti kampung halaman kita?, dia tidak pernah mengetahui Kepulauan Nias itu seperti apa.
Johannes tiba di Nias pada 1971 sebagai misionaris. Dia diutus gerejanya di Jerman untuk menggali ilmu di tanah seberang. "Sebenarnya, kalau boleh memilih, saya pilih Sumatera. Tapi, ini sudah panggilan buat saya," ujarnya.
Pada 1971, Nias masih sangat tertinggal. Bahkan, sampai saat ini pun belum mengalami kemajuan yang signifikan. Karena itu, kata Johannes, dalam menjalankan tugasnya dari satu desa ke desa lain, dia membutuhkan perjalanan yang sangat lama dengan berjalan kaki.
PASTOR Johannes Maria Hammerle OFMCap diakui masyarakat Nias jauh lebih Nias dibanding warga Nias. Agamawan asal Jerman itu bahkan termasuk budayawan
BERITA TERKAIT
- Semana Santa: Syahdu dan Sakral Prosesi Laut Menghantar Tuan Meninu
- Inilah Rangkaian Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Semarak Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Sang Puspa Dunia Hiburan, Diusir saat Demam Malaria, Senantiasa Dekat Penguasa Istana
- Musala Al-Kautsar di Tepi Musi, Destinasi Wisata Religi Warisan Keturunan Wali
- Saat Hati Bhayangkara Sentuh Kalbu Yatim Piatu di Indragiri Hulu