Johannes Maria, Pastor yang Berjuang Menghidupi Museum Nias

Tak Rela Benda-Benda Pusaka Dijual ke Luar Pulau

Johannes Maria, Pastor yang Berjuang Menghidupi Museum Nias
Pastur Johannes Maria Harmmerle, OFMCap, bersama beberapa koleksi museum Nias yang dirintisnya sejak awal. Foto: Sugeng Sulaksono / Jawa Pos
Untuk membawa kayu tersebut dari pedalaman di Teluk Dalam menuju Gunungsitoli, dibutuhkan waktu sebulan dan diangkat 10 orang. "Kayu dihanyutkan lewat sungai, sempat menyangkut sebelum sampai ke laut. Lalu, dinaikkan perahu," jelasnya.

Setelah beberapa benda terkumpul, Johannes meminta bantuan beberapa pihak, termasuk persekutuan gereja. Akhirnya diputuskan untuk mendirikan museum di Gunungsitoli.

"Sempat diusulkan untuk didirikan di Teluk Dalam karena di sana banyak turis. Tapi, museum ini bukan untuk turis, namun untuk generasi muda Nias. Karena itu, lalu diputuskan di Gunungsitoli karena masyarakatnya lebih banyak dan ada sekolah tinggi," paparnya.

Pembangunan museum ditangani arsitek asal Swiss, Prof Alain M. Viaro, tapi menggunakan tenaga kerja sepenuhnya masyarakat Nias. "Kebanggaan juga buat masyarakat Nias karena waktu terjadi gempa, museum itu hanya sedikit retak di tengah. Kecuali artefak berjatuhan dari tempatnya," ungkap Johannes.

PASTOR Johannes Maria Hammerle OFMCap diakui masyarakat Nias jauh lebih Nias dibanding warga Nias. Agamawan asal Jerman itu bahkan termasuk budayawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News