Johannes Maria, Pastor yang Berjuang Menghidupi Museum Nias
Tak Rela Benda-Benda Pusaka Dijual ke Luar Pulau
Sabtu, 12 Juni 2010 – 08:24 WIB

Pastur Johannes Maria Harmmerle, OFMCap, bersama beberapa koleksi museum Nias yang dirintisnya sejak awal. Foto: Sugeng Sulaksono / Jawa Pos
Untuk membawa kayu tersebut dari pedalaman di Teluk Dalam menuju Gunungsitoli, dibutuhkan waktu sebulan dan diangkat 10 orang. "Kayu dihanyutkan lewat sungai, sempat menyangkut sebelum sampai ke laut. Lalu, dinaikkan perahu," jelasnya.
Setelah beberapa benda terkumpul, Johannes meminta bantuan beberapa pihak, termasuk persekutuan gereja. Akhirnya diputuskan untuk mendirikan museum di Gunungsitoli.
"Sempat diusulkan untuk didirikan di Teluk Dalam karena di sana banyak turis. Tapi, museum ini bukan untuk turis, namun untuk generasi muda Nias. Karena itu, lalu diputuskan di Gunungsitoli karena masyarakatnya lebih banyak dan ada sekolah tinggi," paparnya.
Pembangunan museum ditangani arsitek asal Swiss, Prof Alain M. Viaro, tapi menggunakan tenaga kerja sepenuhnya masyarakat Nias. "Kebanggaan juga buat masyarakat Nias karena waktu terjadi gempa, museum itu hanya sedikit retak di tengah. Kecuali artefak berjatuhan dari tempatnya," ungkap Johannes.
PASTOR Johannes Maria Hammerle OFMCap diakui masyarakat Nias jauh lebih Nias dibanding warga Nias. Agamawan asal Jerman itu bahkan termasuk budayawan
BERITA TERKAIT
- Semana Santa: Syahdu dan Sakral Prosesi Laut Menghantar Tuan Meninu
- Inilah Rangkaian Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Semarak Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Sang Puspa Dunia Hiburan, Diusir saat Demam Malaria, Senantiasa Dekat Penguasa Istana
- Musala Al-Kautsar di Tepi Musi, Destinasi Wisata Religi Warisan Keturunan Wali
- Saat Hati Bhayangkara Sentuh Kalbu Yatim Piatu di Indragiri Hulu