Jokowi Bukan Capres Boneka
Inilah hal yang mendasari pemikiran saya menyokong, bukan mendukung, tapi menyokong Jokowi-JK. Kalau mendukung itu kan dukungan saja.
Sempat ada isu yang meragukan keislaman Jokowi. Bagaimana reaksi Kiai mendengarnya ketika pertama mendengar informasi itu?
Begitu saya mendengar itu, maka saya melakukan tracking, kalau bahasa agama, tabbayun. Saya menelpon pengurus NU cabang Surakarta, saya mohon coba diadakan klarifikasi yang sebenarnya Jokowi itu bagaimana.
Maka sudah diterbitkan oleh pengurus NU Surakarta bahwa setelah diadakan penelitian secukupnya, ternyata Jokowi orang Islam sejak lahir, dia sudah haji, berkali-kali umroh, shalatnya lumayan bagus, ibunya seorang salehah, saudara-saudaranya semua Islam, ayahnya juga Islam, dan dia bukan keturunan Tionghoa.
Jadi saya tidak bisa menerima sebelum melakukan investigasi di Solo, itu sekarang diterbitkan surat resmi NU Solo tentang hal ihwal Jokowi, sehingga berita-berita itu tentu tidak benar. Dan berita tidak benar itu dikondisikan sebelum ada pasangan capres-cawapres.
Dia (Jokowi, red) itu diopinikan agen asing, Amerika. Saya juga kurang melihat bukti-buktinya, orang dia tidak pernah sekolah di barat. Dalam debat lebih berfikir ekonomi mikro dibanding ekonomi makro. Kalau orang berfikiran mikro itu mesti yang dibahas PKL (pedagang kaki lima, red), orang kecil. Maka kalau disebut agen asing bidang ekonomi gak juga. Dasarnya gak kuat.
Kalau dia dianggap misalnya dia itu capres boneka, enggak juga. Wong lebih pintar dia daripada kiri kanannya, sehingga isu itu tidak benar dan diputarbalikkan.
Bagaimana Kiai melihat isu SARA untuk menyerang lawan politik di pilpres?