Jokowi Lempar Wacana Hukuman Mati Koruptor, Pengamat: Bakal Layu Sebelum Berkembang
jpnn.com, JAKARTA - Presiden Jokowi mewacanakan hukuman mati bagi koruptor dengan suatu kondisi tertentu, jika ada kehendak kuat dari masyarakat.
Menurut pengamat komunikasi politik, Emrus Sihombing, kehendak bisa muncul secara natural, tetapi juga bisa dikonstruksi atau diciptakan para elite, utamanya pemerintah bersama-sama DPR RI.
Sebab, dua lembaga negara itu merupakan representasi kehendak rakyat melalui Pemilu 2019, serta mempunyai sumber daya yang mampu mengondisikannya.
Emrus menilai, presiden dengan para menteri bersama DPR dapat menggelorakan dengan berbagai teknik kemasan pesan komunikasi, jika ingin masyarakat menghendaki koruptor dihukum mati.
Misalnya, dalam bentuk parodi para menteri bersama DPR, di mana dilakukan secara sistematis dan masif sehingga menimbulkan dorongan yang kuat dari rakyat.
"Menurut hemat saya, wacana hukuman mati bagi kotuptor yang dilontarkan presiden dapat diurai dari dua sisi," ujar Emrus dalam pesan elektronik yang diterima, Selasa (10/12).
Pertama, kata dosen di Universitas Pelita Harapan ini, presiden melontarkan wacana itu sebagai bentuk kegalauan terhadap perilaku koruptif yang tak kunjung berhenti, yang dilakukan para elite dari berbagai kalangan dan bidang kehidupan.
Bahkan, di kementerian urusan agama pernah terjadi perilaku koruptif. Belum lagi yang memanfaatkan pengaruhnya seperti yang dilakukan direktur utama Garuda baru-baru ini.
Presiden Jokowi mewacanakan hukuman mati bagi koruptor dengan suatu kondisi tertentu, namun pengamat pesimis atas wacana ini.
- Jadi Peserta TASPEN, Jokowi Terima Manfaat Pensiun dan THT
- Jokowi Terima Manfaat Pensiun dan Tabungan Hari Tua dari TASPEN
- Tom Lembong Diyakini Sudah Meminta Izin Jokowi terkait Kebijakan Impor Gula
- Ini Isi Pertemuan Tertutup Ahmad Luthfi dengan Prabowo dan Jokowi
- Jokowi Tanggapi Survei Litbang Kompas Pilgub Jateng yang Tempatkan Andika Unggul
- Diundang Respati-Astrid ke Angkringan, Jokowi: tetapi yang Bayarin, Saya