Jonan Cari Alasan, Tarif Murah Jadi Sasaran

Kontroversi Hapus Tarif Murah Penerbangan Rute Domestik

Jonan Cari Alasan, Tarif Murah Jadi Sasaran
Foto Ilustrasi: Beky Subechi/Jawa Pos

Bukan hanya penikmat perjalanan yang berkeluh kesah. Bagi Vemi Pramitasari Wijaya, pemilik butik di Malang dan Lumajang, Jawa Timur, penghapusan tarif penerbangan murah membuat dirinya harus memutar otak untuk mengatur pengeluaran usaha. Sebab, sebulan sekali dia harus pergi ke Jakarta untuk kulakan baju. ’’Biasanya nyari baju di Pasar Tanah Abang atau Thamrin City,’’ ungkapnya.

Dia harus sering terbang ke Jakarta karena stok di dua butiknya cepat habis. Sementara itu, model baju baru harus terus ada supaya pelanggan tidak bosan dengan stok lama di butik.

Setiap kulakan, dia dan suami harus menganggarkan sedikitnya Rp 3 juta untuk pergi ke Jakarta selama dua hari. Dana itu digunakan untuk membayar tiket pesawat Rp 2 juta serta hotel dan makan Rp 1 juta.

’’Saya selalu pesan ke agen tiket langganan supaya dicarikan tiket pesawat yang di bawah Rp 500 ribuan. Kadang bisa dapat yang Rp 300 ribu–Rp 400 ribu per orang,’’ ungkapnya.

Tapi, sekarang Vemi lemas mendengar tarif murah maupun promo bakal tidak ada lagi. Sebab, margin keuntungan penjualan baju di butiknya tidak terlalu besar.

’’Kalau sekali kulakan untung Rp 8 juta–Rp 9 juta, itu sudah bagus. Tapi, jika akomodasi kulakan jadi mahal sampai Rp 5 jutaan, ya langsung habis,’’ ujarnya.

Hilangnya tiket murah juga menjadi buah bibir para mahasiswa. Misalnya, Vina Romadhona, 22, mahasiswi di salah satu universitas swasta di Palembang. Dia mengungkapkan, tiket murah itu sangat diperlukan untuk agenda liburan tahunan bersama teman-teman.

’’Biasanya kami setahun sekali berlibur ke tempat yang agak jauh seperti Jakarta, Bandung, dan Jogja. Rombongan 5–6 orang,’’ katanya.

BISNIS jasa penerbangan memang istimewa. Jika pelaku bisnis lain menuntut izin kenaikan harga, para pengusaha jasa penerbangan justru sedih jika

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News