Jual Nasi Rp 2.000 Sebungkus, Jangan Tanya Untung Berapa
Meski begitu, Pak De dan Rinto sering dicurigai macam-macam atas kegiatan mereka.
Mereka pernah dituduh aliran sesat, menjual daging busuk, meragukan beras apa yang dipakai.
“Pernah kami dihentikan ibu-ibu di tengah jalan. Mereka minta Warung Ikhlas dibuka di RT mereka. Padahal, ketika kami buka di RT tetangga, mereka juga bisa belanja di sana. Ternyata ada persaingan antar RT, hingga akhirnya kami memutuskan tak menjual lagi di sana,” ujar alumni Sastra Daerah Unand ini.
Saat membuka warung di Pelabuhan Teluk Bayur, lain lagi yang mereka alami. Saat berjualan, orang antre belanja.
Namun, semuanya memberikan uang pecahan Rp 50 ribu dan pecahan Rp 100 ribu. Akhirnya, mereka memutuskan tidak berjualan lagi di sana, karena menilai orang di sana sudah bercukupan.
Kadang ada juga preman yang membeli nasi hingga 10 bungkus. Awalnya ditolak dengan halus karena menjual nasi maksimal dua bungkus. Preman itu marah-marah.
“Selanjutnya kami jelaskan bahwa kami membantu warga miskin, bukan untuk berjualan. Preman itu akhirnya mengerti dan minta maaf,” cerita Pak De.
Di Pasir Jambak, para nelayan berebutan membeli nasi. “Sekarang para nelayan itu ikut menyumbang ikan untuk operasional Warung Ikhlas,” paparnya.
WARUNG Ikhlas. Pembeli cukup mengeluarkan uang recehan Rp 2 ribu guna membeli nasi beserta lauk pauk lengkap. Seperti apa? Hijrah Adi Sukrial—Padang
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara