Jumat Macet di Hisbullah
Oleh Dahlan Iskan
Salat itu empat rakaat. Tidak seperti di Indonesia: dua rakaat. Saya masih berpikir: salat apakah tadi itu?
Jangan-jangan Salat Zuhur empat rakaat. Tidak ada Salat Jumat. Atau dua rakaat salat zuhur dan dua rakaat salat asar. Orang Syiah kan biasa menggabungkan dua salat itu?
Selesai salat empat rakaat itu saya pun berdiri. Jemaah lain tidak. Masih tetap di tempat duduk mereka. Semua. Melantunkan kalimat-kalimat pujian. Pada Nabi Muhammad SAW.
Saya meninggalkan saf di depan. Menuju pintu keluar. Sendirian. Mencari sepatu. Dan kaus kaki. Yang terserak. Campur sepatu lainnya.
Di depan pintu itu ada anak remaja. Berdiri. Membawa nampan. Umurnya sekitar 10 tahun. Pakaiannya seperti pramuka. Ada foto Ayatullah Khomaini. Menggantung di dadanya.
Nampan itu berisi permen. Siapa saja boleh ambil permen itu. Sambil meninggalkan uang kecil. Ia lagi mencari dana.
Pramuka itu menyapa saya. Dengan bahasa Inggris yang sangat lancar. Saya menjawabnya: dari Indonesia. Ia tampak sangat gembira.
“Tadi itu salatnya empat rakaat. Apakah itu Salat Zuhur dan Asar sekaligus?” tanya saya.