Jumlah Kasus Pada Anak di Indonesia Tinggi, Pakar Peringatkan Bahaya Long COVID
Bahkan ketika beberapa anak usia sekolah sudah negatif COVID-19, mereka masih mengalami gejala lanjutan, sehingga harus kembali berkonsultasi ke dr Denta.
"Mereka jadi gampang capek, fokusnya kurang, apalagi kan sekolah online," kata dr Denta.
"Kalau misalnya gejalanya sampai bertahun-tahun, kan takutnya mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak."
Dokter Aman mengatakan dampak jangka panjang pada anak akibat 'long COVID' ini menjadi alasan mengapa orangtua harus melindungi mereka dari paparan COVID-19.
"Enam sampai delapan bulan anak bisa mengalami long COVID, dia bisa lemas, sesak, sulit konsentrasi, rambutnya rontok, nyeri otot," ujar dr Aman.
"Nah kebanyakan orang tidak berpikir jauh ... jadi tidak ada alasan lagi untuk tidak melakukan testing pada anak."
"Banyak kasus tidak terdeteksi karena kurangnya ketersediaan pemeriksaan dan tidak mau mentesting anak sesegara mungkin, juga tidak ada transparansi data, karena dashboard data pemerintah ini tidak memuat data penularan anak," jelas dr Aman.
Apakah vaksinasi jalan keluarnya?
Sejauh ini, 13 juta dari 286 juta warganegara Indonesia sudah divaksinasi dosis kedua.
Penularan COVID pada anak terjadi ketika mereka dibawa ke keramaian atau berlibur
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis
- KOPRI Dorong Adanya Ruang Aman untuk Perempuan dan Anak di Tempat-Tempat Ini
- Rencana Australia Membatasi Jumlah Pelajar Internasional Belum Tentu Terwujud di Tahun Depan