Jumlah Kasus Pada Anak di Indonesia Tinggi, Pakar Peringatkan Bahaya Long COVID

Bahkan ketika beberapa anak usia sekolah sudah negatif COVID-19, mereka masih mengalami gejala lanjutan, sehingga harus kembali berkonsultasi ke dr Denta.
"Mereka jadi gampang capek, fokusnya kurang, apalagi kan sekolah online," kata dr Denta.
"Kalau misalnya gejalanya sampai bertahun-tahun, kan takutnya mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak."
Dokter Aman mengatakan dampak jangka panjang pada anak akibat 'long COVID' ini menjadi alasan mengapa orangtua harus melindungi mereka dari paparan COVID-19.
"Enam sampai delapan bulan anak bisa mengalami long COVID, dia bisa lemas, sesak, sulit konsentrasi, rambutnya rontok, nyeri otot," ujar dr Aman.
"Nah kebanyakan orang tidak berpikir jauh ... jadi tidak ada alasan lagi untuk tidak melakukan testing pada anak."
"Banyak kasus tidak terdeteksi karena kurangnya ketersediaan pemeriksaan dan tidak mau mentesting anak sesegara mungkin, juga tidak ada transparansi data, karena dashboard data pemerintah ini tidak memuat data penularan anak," jelas dr Aman.
Apakah vaksinasi jalan keluarnya?
Sejauh ini, 13 juta dari 286 juta warganegara Indonesia sudah divaksinasi dosis kedua.
Penularan COVID pada anak terjadi ketika mereka dibawa ke keramaian atau berlibur
- 'Nangis Senangis-nangisnya': Pengalaman Bernyanyi di Depan Paus Fransiskus
- Perjalanan Jorge Mario Bergoglio Menjadi Paus Fransiskus
- Paus Fransiskus, Pemimpin Gereja Katolik yang Reformis, Meninggal Dunia pada Usia 88 tahun
- Dunia Hari Ini: PM Australia Sebut Rencana Militer Rusia di Indonesia sebagai 'Propaganda'
- Sulitnya Beli Rumah Bagi Anak Muda Jadi Salah Satu Topik di Pemilu Australia
- Rusia Menanggapi Klaim Upayanya Mengakses Pangkalan Militer di Indonesia