Kadang Pakaian Berlumpur, Jalan sambil Nyanyi Indonesia Raya
Bayangkan, anak-anak tersebut harus mengalami itu semua tiap hari hanya untuk bersekolah. Belum ditambah risiko lain. Terbentur pohon saat terpeleset, misalnya. Atau bertemu hewan liar.
”Karena sekolah mulai pukul 07.30, kami harus berangkat dari rumah sekitar pukul 04.00,” kata Ana, satu di antara anak-anak Bergosong itu.
Tak terbayangkan melintasi jalur seberat itu di tengah subuh yang masih gelap. Tapi, Ana dan anak-anak lain menceritakannya enteng saja. Tanpa terdengar mengeluh. Apalagi menghiba.
Padahal, kondisi sekolah yang mereka tuju sebenarnya juga memprihatinkan. Di satu ruangan yang digunakan untuk para murid kelas I sampai III, meja belajar yang terbuat dari kayu terlihat bolong.
Lantainya langsung ke permukaan tanah berpasir tak beraturan. Jika dipijak, lantainya tidak rata.
Sebenarnya gedung SDN 005 hanya ada satu. Tapi, karena gedung tidak cukup menampung anak-anak itu, penduduk sekitar berinisiatif membangun gedung kayu seadanya untuk mereka belajar.
Gedung tersebut persis di sebelahnya. Satu gedung beralas kayu dan satunya lagi beralas pasir. Setiap gedung memiliki tiga ruang kelas.
Tapi, seperti disampaikan Andreas dan disaksikan sendiri oleh Radar Tarakan, tak sedikit pun kondisi itu mengurangi semangat belajar para murid. Termasuk mereka yang jauh-jauh datang dari Dusun Bergosong.
Canda tawa terus terdengar. Tujuan akhir anak-anak TKI itu Dusun Bergosong, yang sudah masuk wilayah Tawau, Malaysia.
- Pemkot Tangsel Pastikan Pembangunan SDN Ciputat 01 Sesuai Target
- Pimpinan DPR Mendukung Rencana Sekolah Negeri-Swasta Gratis di Jakarta
- Upaya Astra Meningkatkan Literasi Siswa & Guru, Transformasi Digital Sekolah
- BNPT Gelar Program Sekolah Damai untuk Ciptakan Lingkungan Belajar yang Toleran dan Antikekerasan
- Pemkot Tangsel Sebut Beasiswa untuk Siswa Kurang Mampu Selesai di Akhir 2024
- Ahmad Ali Janjikan Tak Ada Anak yang Berhenti Sekolah Karena Kendala Biaya