Kakak Ibu
Oleh Dahlan Iskan
Saat ibu meninggal, saya masih kelas 6 SD. Adik saya empat tahun di bawah saya. Yu Tun-lah yang menjadi ibu.
Bapak tidak mau kawin lagi. Saat Yu Tun pindah ke Samarinda gaji gurunya ditinggal di Magetan. Untuk hidup kami. Dan sekolah kami.
Istri saya tahu itu. Ia bergegas ke Samarinda. Tidak mudah cari tiket ke luar Jawa di dekat hari habis Lebaran. Sampai harus lewat Jakarta.
Saya minta istri mewakili saya, 'adiknya dewe' itu. Untuk membisikkan kata-kata di telinganya. Bahwa saya minta maaf apa pun yang pernah terjadi selama ini. Dan saya juga memaafkan apa pun yang terjadi.
Di keluarga kami ada kepercayaan ini: kadang orang sulit meninggal karena masih ada ganjalan yang belum terurai. Saya berharap. Anaknya berharap. Ucapan saya via istri saya itu salah satu pengurai ganjalannya.
Saya lihat foto istri saya lagi berbaring di sebelah Yu Tun. Untuk membisikkan kata-kata titipan saya. Dan kata-katanya sendiri. Tentu juga berisi kalimat syahadat dan selawat nabi.
Yu Tun meninggal dua hari kemudian. Istri saya masih di Samarinda.
Di perjalanan ini saya berhenti di pinggir jalan. Di rest area. Melihat foto wajah Yu Tun saat meninggal. Begitu damainya.