Kakak Sofwati
Oleh: Dahlan Iskan
"Pak Husein itu takut apa, ya, kok selalu bawa pisau," begitu rerasan orang di desa saya.
Mereka tidak tahu itulah kebiasaan orang suku Komering zaman itu.
Selama kuliah, Mas Husein aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Belakangan saya tahu ia menjabat ketua HMI Cabang Madiun.
Rupanya di HMI itulah ia mengenal kakak saya –-yang juga aktivis HMI. Kakak saya itu, rasanya, Ketua Korps HMI Wati (Kohati) Jawa Timur. Dari kelompok liberal.
Kakak sering dipanggil sebagai ''agen Nurcholish Madjid di Jatim''. Artinya: dia ikut dalam gerakan pembaharuan pemikiran Islam yang diprakarsai Cak Nur itu.
Saya memanggil pacar kakak saya itu dengan Mas Husein. Mungkin ia sendiri geli dengan panggilan ''Mas'' itu. Namun, di desa kami tidak ada panggilan Kak atau Kakak.
Mau dipanggil Pa' ia masih sangat muda. Baru kelak, di tahun 2022, saya tahu panggilan Mas itu harusnya ''Kiai''.
Mas Husein seharusnya Kiai Husein. Di Jawa, kiai adalah panggilan tokoh agama yang jadi imam di masjid, bukan kakak.