Kal Muller, Pria Hungaria yang 17 Tahun Hidup Bersama Suku Kamoro di Papua
Puluhan Kali Terjangkit Malaria, Kini Jadi Kebal
Selasa, 07 Agustus 2012 – 05:35 WIB
Di tengah kemeriahan pameran ada seorang yang terlihat sibuk. Dia mondar-mandir. Sesekali dia naik ke lantai 2 galeri pameran untuk menjelaskan pemutaran film dokumenter tentang suku Kamoro. Setelah itu, dia bergegas turun lagi untuk mengecek personel dan karya-karya ukiran yang dipamerkan.
Sosok berbadan tegap tersebut adalah Kal Muller. Pria yang bernama asli Kalmann Muller itu adalah warga Hungaria kelahiran 3 Mei 1939. Kal, begitu dia akrab disapa, terlihat lengket sekali dengan penduduk suku Kamoro.
"Mungkin, karena 17 tahun tinggal bersama mereka, saya jadi terlihat sangat lengket. Mereka itu saudara saya. Kami bersaudara," urai pria yang cukup fasih berbahasa Indonesia tersebut. Saking lamanya tinggal bersama suku Kamoro, dia bahkan disebut sebagai ahli sejarah dan antropolog spesialis suku yang tinggal di pesisir Timika, Papua, itu.
Sebutan tersebut muncul setelah Kal menerbitkan sejumlah buku tentang suku Kamoro dan suku-suku lainnya di Papua. Di antaranya berjudul Mengenal Papua, Pesisir Selatan Papua, dan Daratan Tinggi Papua. Buku lain yang akan segera terbit berjudul Pesisir Utara Papua. Buku yang berisi sejarah dan potret suku-suku di Papua tersebut didedikasikan kepada siswa Papua tingkat SMP hingga perguruan tinggi yang akses informasinya masih terbatas.
Keindahan budaya suku Kamoro di pedalaman Timika, Papua, membuat Kal Muller jatuh hati. Saking cintanya pada Kamoro, pria kelahiran Hungaria itu
BERITA TERKAIT
- Setahun Badan Karantina Indonesia, Bayi yang Bertekad Meraksasa demi Menjaga Pertahanan Negara
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala