Kal Muller, Pria Hungaria yang 17 Tahun Hidup Bersama Suku Kamoro di Papua
Puluhan Kali Terjangkit Malaria, Kini Jadi Kebal
Selasa, 07 Agustus 2012 – 05:35 WIB
Ketika dijual di pameran, harga karya ukiran yang awalnya Rp 100 ribuan dinaikkan menjadi Rp 800 ribu hingga Rp 1 juta. Dari hasil penjualan itu, dia memberikan uang tambahan kepada para perajin. "Jadi, jika karyanya laku di pameran, perajin ya dapat uang tambahan," katanya.
Kal mengungkapkan, dalam setahun dirinya bisa mengadakan puluhan kali pameran. Namun, pameran tersebut tidak selalu ramai dikunjungi orang. Meski demikian, dia tidak kecewa. Sebab, pemeran itu tidak semata-mata menjadi ajang berjualan atau komersialisasi budaya.
Dari pameran tersebut, dia mencoba untuk mengenalkan kebudayaan suku Kamoro kepada masyarakat Indonesia dan mancanegara. "Jika tidak begini, kebudayaan suku Kamoro bisa punah," tegasnya.
Analisis kepunahan kebudayaan suku Kamoro tersebut cukup masuk akal. Misalnya, jika pemasaran karya ukir mereka tidak dibantu, mereka akan malas memproduksi karya ukir.
Keindahan budaya suku Kamoro di pedalaman Timika, Papua, membuat Kal Muller jatuh hati. Saking cintanya pada Kamoro, pria kelahiran Hungaria itu
BERITA TERKAIT
- Setahun Badan Karantina Indonesia, Bayi yang Bertekad Meraksasa demi Menjaga Pertahanan Negara
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala