Kalah Bikin Penasaran, Menang Tetap Merasa Kurang

Kalah Bikin Penasaran, Menang Tetap Merasa Kurang
Ilustrasi. Judi online. Foto dok. Kominfo

Ruby mengingatkan, seperti namanya, judi online berarti semua aktivitasnya ada di dunia maya, seperti melalui aplikasi, media sosial, WhatsApp, dengan menggunakan data para pejudi yang pernah mengaksesnya.

"Mereka memang punya data orang-orang yang pernah menjadi user di sistem mana pun, dan data itu dijual-belikan juga ... jadi kecil kemungkinannya ada yang menawarkan yang berkaitan dengan judi online secara fisik di lapangan, beda dengan judi sabung ayam, misalnya."

Ruby menambahkan, pemblokiran rekening juga tidak efektif karena tidak memutus mata rantai, dan justru membiarkan orang membuat rekening palsu untuk judi online.

"Yang harusnya jadi pertanyaan adalah, kenapa segitu gampangnya para oknum ini bisa membuat rekening palsu di bank kita baik secara tradisional maupun digital? Padahal menurut aturan BI dan OJK, kan aturan KYC (Know Your Customer) kita saat membuat rekening ketat."

Langkah pelarangan top-up di minimarket juga menurutnya tidak solutif, karena banyak cara lain yang bisa dilakukan secara online.

Erlangga mengatakan saat ia masih berjudi online, cara depositnya menggunakan QRIS dan virtual account.

"Padahal kan QRIS dan virtual account itu statusnya harus business account, berarti minimal saat daftar kita harus punya usaha, enggak bisa perorangan. Dan punya badan usaha itu enggak mudah, verifikasi-nya banyak dan berlapis. Tapi kok bisa tembus?"

Menurut Erlangga, salah satu cara yang solutif menangani judi online adalah dengan mempersulit proses deposit.

Kami berbicara dengan mantan pemain judi online untuk menyelami seluk-beluk judi online, termasuk apa yang membuat ingin bisa berhenti

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News