'Kalau Saya Terus-terusan Nangis, gimana Nasib Anak Saya'

'Kalau Saya Terus-terusan Nangis, gimana Nasib Anak Saya'
Primaningrum menemani Balqis, anaknya, bersepeda. Foto: SEKARING RATRI/JAWA POS

Dia lantas berusaha dengan metode trial and error. Patokannya adalah Alifah.

”Misalnya Alifah sudah bisa berguling, berarti Balqis juga harus begitu. Alifah bisa duduk, saya harus bimbing Balqis juga harus bisa duduk. Alhamdulillah, saya terbantu karena ada pembanding. Eh, ternyata waktu baca-baca beberapa literatur, ternyata metode yang saya lakukan itu benar. Walaupun ada yang ngawur, masih bisa ditoleransi,” ungkapnya.

Prima pun tidak membesarkan Balqis secara muluk-muluk. Yang terpenting, putrinya itu bisa melakukan apa pun sesuai kemampuan anak seusia.

Dia mencontohkan, di usia lima tahun, setidaknya Balqis harus sudah dikenalkan dengan toilet training.

Balqis juga harus bisa memasukkan dan membereskan mainannya sendiri.
Untuk mendukung pembelajaran Balqis, perabot di rumah Prima sangat minim dan tidak pernah ada perabot yang bergeser atau berubah tempat.

Hal itu memudahkan Balqis menghafal letak perabot dan membuatnya mudah bergerak di rumah tanpa harus menabrak.

”Karena itu, dia sudah bisa bikin minuman sendiri. Karena semua letak perabot dia hafal. Dia tahu di mana posisi gelas, gula, teh. Kalaupun ada yang berubah, saya minta Balqis membantu memindahkan agar dia tahu. Misalnya ada satu kursi yang sudah lapuk, saya jelaskan ke dia bahwa kursi itu sudah lapuk, jadi harus dibuang. Karena akan berbahaya kalau diduduki,” papar Prima.

Meski begitu, pembelajaran pada Balqis bukannya tak menemui masalah.

SETIAP orang tua, tentu tidak mudah untuk menerima kenyataan bahwa bayi yang baru terlahir ternyata tunanetra. Dibutuhkan proses tertentu hingga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News